Jumat, 01 Oktober 2010

(Ilah) PENGERTIAN ILAH (bagian pertama)

Ditinjau secara lughawi penggunaan kata ilah berasal dari:
Berlindung:
Mengharapkan, tidak pisah, mencari karena rindu, menyelamatkan:
Mengabdi, menyembah, cenderung,jaminan perlindungan, menolong:
Adapun makna ilah yang terkandung dalam kalimat Laa Ilaaha Illallah meliputi banyak pengertian yang sangat luas. Kalimat ilah yang diawali dengan kata Laa (tidak) dan disambung dengan kata illa (kecuali) menunjukkan penolakan segala bentuk peng-ilahan dan mengkhususkan hanya bagi Allah saja sehingga makna ilah menjadi pengertian khusus bagi Allah yang meliputi Asmaa-Nya.
Makna ilah yang tersusun dalam kalimat Tauhid tersebut ditinj au secara wahyu Allah mengandung banyak pengertian, yaitu sebagaimana berikut ini:
LAILIHA ILLA_LLAH
TIADA ILAH KECUALI ALLAH
1.tiada Sesembahan/Pengabdian
Kecuali Hanya Kepada Allah
Perhatikanlah beberapa ayat yang
menerangkan arti ilah sebagai "Tiada sesembahan/ pengabdian kecuali hanya kepada Allah":
"Bahwa kamu jangan mengabdi/menyembah kecuali hanya kepada Allah."
(Q.S. Huud(11): 2)
"Bahwa kita tidak mengabdi kecuali kepada Allah dan kita tidak menserikatkan-Nya dengan sesuatu pun." (Q.S. al-lmran(3): 64)
"Hanya kepada-Mu lah kami mengabdi dan hanya kepada-Mu jua kami mohon pertolongan". (Q.S. Al-Fatihah(1): 5)
Ma'buda di sini termasuk pula pengertian Mahmuda sehingga artinya menjadi "Tiada Pemujaan/Terpuji kecuali pada Allah": Laa Mahmuda
illa-llah berdasarkan surat: Al-Fatihah(1): 2:
Segala puji bag! Allah, Rab semesta alam.
As-Sajdah(32): 15:
Sesungguhnya orang yang benar-benar beriman kepada ayat-ayat kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
Dan al-Jaatsiyah(45):36:
Maka bagi Allah lah segala puji, Rab langit dan Rab bumi, Rab semesta alam.
Tiada Pemimpin/ Pelindung/Penolong/Tempat Bersandar/Jaminan Keamanan dan Syafa'at Kecuali pada Allah;
Perhatikanlah beberapa ayat yang menerangkan arti ilah sebagai "Tiada Pemimpin/ Pelindung/Penolong/ Tempat Bersandar/ Jaminan Keamanan dan Syafa'at Kecuali Allah":
"Katakanlah: "Siapakah Rab langit dan bumi?" Jawabnya: 'Allah."Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung¬pelindungmu (Auliya) dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri ( QS.AR-rad(13):16)
"Sesungguhnya wali (pemimpin) kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman; yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)." (QS. Al¬Maidah (5):55)

"Dan orang-orang yang mengambil tempat bersandar (Auliya) selain Allah, Allah mengawasi perbuatan mereka, dan engkau (Muhammad) bukanlah pengawas bagi mereka." (QS.Asy-Syuura(42): 6)

"Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dan azab Allah) di bumi, dan kamu tidak mempunyai wali (pelindung) dan penolong seorangpun selain dari Allah." (QS.Asy-Syuura(42): 31)

"Dan tiada kemenangan kecuali dari pertolongan Allah yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana." (Q. S. All lmran(3): 126)
"Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang¬-orang yang dikehendaki dan dindhoi." (Q.S. An-Najm(53): 26).
Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (Q.S. adz¬Dzariyaat(51): 50).
Dari uraian ayat-ayat di atas dapat kita tarik pengertian bahwa wali tersebut mengandung makna yang dapat disusun menjadi:
"Tiada Rab (pucuk pimpinan) kecuali Allah"
"Tiada pertolongan kecuali datang dari Allah
"Tiada tempat bersandar/ mengadu/ berlindung kecuali kepada Allah
"Tiada syafaat kecuali dengan izin Allah"
Tiada Penguasa yang Gagah Perkasa, yang Dipertuan Agung dan Dipuja-puja Kecuali Hanya Allah.
Perhatikanlah beberap ayat yang menerangkan arti ilah sebagai "Tiada Penguasa yang Gagah Perkasa, yang Dipertuan Agung dan Dipuja¬-puja Kecuali Hanya Allah":
"Dan sekali-kali tidak ada ilah (yang berhak diabdi) selain Allah yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan/ Gagah Perkasa. (Q.S. Shaad(38): 65)
Dialah yang Berkuasa penuh atas sekalian hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui" (Q. S. al-An'aam(6): 18)

"Maka bertasbihlah dengan nama Rabmu yang Maha Besar" (Q.S. Al¬Waaggah(56): 96)
Dapat pula kita ambil susunan lain yang juga mengandung pengertian Qahar di dalamnya, yaitu:
"Tiada yang diagung-agungkan kecuali Allah
"Tiada yang dipertuan agung kecuali Allah"
Termasuk sederetan Asmaul Husna dapat digolongkan dalam makna qahar, meskipun qahar sendiri termasuk Asmaul-Husna, yaitu "yang Mulia lagi Perkasa, yang Maha Kuasa lagi dapat memaksa, yang Memiliki segala Keagungan dan Kebesaran"
Tiada Pemilik Kecuali Allah
Perhatikanlah beberapa ayat yang menerangkan arti ilah sebagai "Tiada Pemilik Kecuali Allah":


"Allah, tidak ada ilah (yang berhak diabdi) melainkan Dia yang Hidup kekal dan berdiri sendiri lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. (Q. S. al-Baqarah(2): 255)

"Milik Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi." (Q.S. al-Baqarah(2): 284)
"Bagi-Nyalah seluruh apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan apa yang ada di antara keduanya, dan juga apa yang ada di bawah tanah." (Q.S.Thoohaa(20): 6).

Karena Allah, sebagai pencipta dan semuanya menjadi milik Allah maka dapat dikatakan: berdasarkan surat Yaasiin(36): 82.
"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia" (Q-S. Yaasiin(36): 82)

5. (La mulka ilallah )Tiada Kerajaan yang Mutlak Rajanya Kecuali Hanya Kerajaan Allah
Perhatikanlah beberapa ayat yang menerangkan arti ilah sebagai "Tiada Kerajaan yang Mutlak Rajanya Kecuali Hanya Kerajaan Allah":
"Katakaniah: Segala puji Allah yang tidak mempunyai anak, dan bagi¬Nya tidak ada serikat di dalam kerajaan-Nya, dan baginya tidak ada wali untuk memelihara dan kehinaan, maka agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besamya." (Q. S. al-Israa’(17): 111).

"Maha Suci Allah yang ditangan-Nya kekuasaan dan kerajaan atas segala sesuatu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (Q. S. Yaasiin(36): 83).
"Kepunyaan/ hak Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. Al-Maidah(5): 120)

Di dalam kategori ini termasuk pula di dalamnya pengertian: "Tiada Khilafah, Daulah, Kesultanan, Pemerintahan, Republik, Dinasti, kecuali di dalam dan di bawah Kerajaan Allah." Di dalamnya sudah termasuk: "Tiada Raja, Imam, Sultan, Pangeran, Kaisar, Presiden, Pemimpin, Pembesar, kecuali seluruhnya dan di bawah genggaman kekuasaan Allah
6. (La hakama ila llah) Tiada Pembuat Hukum Serta Menghakimi Kecuali Hak Allah Perhatikanlah beberapa ayat yang menerangkan arti ilah sebagai "Tiada Pembuat Hukum Serta Menghakimi Kecuali Hak Allah":
"Tiada seorang wali pun bagi mereka selain dari pada-Nya, dan Dia tidak mengambil satu pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan hukum." (Q.S. al-Kahfi(18): 26).

"Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka hukumnya kepada (keputusan) Allah. Demikian itulah Allah Rab kamu. Kepada-Nyalah aku bertawakal, dan kepada-Nyalah aku kembali." (Qs. Asy-Syuura(42): 10)
"Apakah patut aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan terperinci? (Q.S Al-An'aam(6): 114)
"Sesungguhnya hukum itu hanya hak wewenang Allah" (Q.S. Yusuf(12): 40)
7. (La mutho’a illa llah) Tiada yang Paling Diaati Kecuali Allah
Perhatikanlah beberapa ayat yang menerangkan arti ilah sebagai Tiada yang Paling Ditaati Kecuali Allah" :
"Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Q. S. Ai Imran(3): 32)
“Maka bertakwalah kepada Allah dan taatilah Aku. dan janganlah kamu mentaati orang-orang yang melewati Batas." (Q. S. Asy-Syu'araa(26): 150,
"Hanya kepada Allah sajalah sujud (taat) segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, baik taat secara suka rela maupun terpaksa, begitu Pula bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. " (Q. S. Ar-Ra'd(13): 15).
Coba perhatikan ayat ini bagaimana bayang-bayang bersujud kepada Allah sedangkan kita yang aslinya gak pernah sujud /patuh kepada ketetapan Allah ternyata lebih taat bayang-bayang kita dari pada kita.
8. (La khosyayata illa llah Tiada yang Paling Ditakuti Kecuali Allah
Perhatikanlah beberapa ayat yang menerangkan arti ilah sebagai "Tiada yang Paling Ditakuti Kecuali Allah":
"Dan tiada takut kecuali hanya kepada Allah" (Q.S. At-Taubah(9): 18)

dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.

"Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan." (Q. S. a l-Ahzab(33): 39).
"Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabnya dan takut kepada perhitungan hisab yang buruk." (Q.S. Ar-Ra'd(13): 21).

yaitu mengadakan hubungan silaturrahim dan tali persaudaraan.

. SEJAK KAPAN MENGENAI ALLAH?

Mengenai pertanyaan ini, perkenalan pertama dengan Allah Subhana wata’ala, tempat, cara menyaksikan-Nya dan saksinya adalah sebagai berikut:
dan (ingatlah), ketika Rabmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Rab kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang¬orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah)". (Q.S al-A'raaf(7): 172)
1. Di mana dan Bagaimana Mengenal/ Menyaksi¬kan Allah
Posisi manusia dalam sulbi adalah sebuah proses akan diciptakannya manusia baru menjelang perpaduan antata ruh dan jasad dalam rahim ibu. Pada saat itu Allah mengambil syahadat (persaksian/sumpah) jiwanya (waasyhahadakhum a’laanfusahum) hal mana menunjukkan bahwa yang diminta syahadatnya adalah jiwa, sebab anfus dapat berarti jiwa atau ruh.
Tempat pengambilan syahadat jiwa adalah di alam jiwa itu sendiri, alam jiwa itu adalah bentuk alam ruh yang serba ghaib, tempat alam jiwa lain dengan alam rahim ibu.
Cara jiwa bersyahadat kepada Allah tentunya menurut tabiat jiwa itu sendiri, karena itu cara jiwa menyaksikan Allah pun secara kejiwaan.
Gambarannya dapat kita ambil contoh dari kalimat: yasyhadu manafi’u lahum "Agar mereka dapat menyaksikan
manfaat-manfaat."
Menyaksikan manfaat itu dapat dirasakan oleh jiwa, panca indera hanya menguatkan persaksian tersebut. Pengertian syahadat di sini adalah persaksian yang disaksikan oleh jiwa manusia. Begitu pula dalam hal menyaksikan Allah, jiwa merasakan benar adanya Allah; sebagai Rab dan panca indera membenarkan persaksian tersebut melalui hasil ciptaan Allah yang tampak. Persaksian jiwa tidak tergantung bentuk dan rupa obyek yang disaksikan, yang tergantung dengan obyek bentuk rupa itu hanya panca indera saja. Maka dalam hal jiwa menyaksikan Allah yang Maha Ghaib adalah jelas, sebagaimana jelasnya mata kepala menyaksikan bulan purnama.
2. Siapa yang Menjadi Saksinya?
Dalam surat al-A'raf(7): 172 di atas seluruh dhamir menunjukkan kata jama' hum: mereka, Kum kamu, naa kami, dan kalimat: durriyyat wa asyhaduhum a’la anfusihim alastu birobbikum qolu bala syahidna
Semuanya dikembalikan pada arti jiwa. Berarti syahadat jiwa sama-sama disaksikan oleh jiwa orang lain, dan itulah saksinya.
3. Kesimpulan
Kesimpulan semua jawaban di atas adalah, bahwa setiap orang telah mengenal Allah sebelum dilahirkan ke dunia, yakni tempatnya di alam jiwa (ruh), menyaksikan-Nya (Allah) secara kejiwaan dan syahadatnya disaksikan oleh jiwa jiwa(ruh) yang lain.
C. MENGAPA HANYA ALLAH SAJA SEBAGAI ILAH?
Mengenai jawaban tentang orang yang hanya berrsyahadat tauhid dapat kita ambil kesimpulan dalam surat ar-Rum(30): 30 sebagai salah satu jawaban tepat : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (ltulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Q,S. ar-Rum(30): 30)
Kalimat (wajhaka) mengandung arti wajah, muka,
pandangan. Perintah menghadapkan wajah menunjukkan telah sempurnanya jiwa dan raga orang dewasa di alam dunia, sebab perintah untuk ber-dien itu tidak ditujukan kepada orang yang cacat jiwa dan raganya, atau bukan ditujukan kepada anak-anak yang belum akil baligh dan orang yang sudah meninggal dunia.
Syahadat manusia kepada Allah sebelum dilahirkan ke dunia adalah telah menjadi bentuk fitrah setiap orang, karena Itu setiap orang yang telah lahir ke dunia terikat dengan fitrahnya itu sehingga setiap insan jika tidak menjadikan Allah sebagai Rab-nya tetap saja dia jadikan siapa pun sebagai Rab.
Maka Allah menurunkan pandangan Rububiyahnya sesuai dengan fitrah Allah pada setiap insan, hanya saja kebanyakan manusia sudah tidak tahu lagi terhadap syahadat yang pernah diikrarkannya sebelum dilahirkan ke dunia.
Orang yang menerima Dienullah itu tentulah disebabkan adanya orang yang mendakwahinya dan adanya faktor keyakinan terhadap seruan tersebut. Begitu pula sekarang, bagaimana pun kita semua tidak akan dapat ber-dien secara lurus/benar dengan sendirinya tanpa adanya para Waliyullah yang telah menyampaikan Risalah Tauhid hingga sampai kepada kita. Orang yang menerima Dienullah di dalamnya dijelaskan mengenai ajaran Tauhid, misalnya:

"Maka ketahuilah, bahwa tiada ilah kecuali Allah." (Q.S. Muhammad(47): 19).

Setelah mengetahui Tauhidullah tersebut barulah orang yang yakin segera bersyahadat untuk mengaku dan bersumpah atau bersaksi bahwa Allah saja sebagai ilah dan menolak selain-Nya.
Jika jawaban ini kita simpulkan dapat kita susun ngan kalimat:
"Karena saya meyakini kebenaran Ad-Dien yang sesuai dengan fitrah manusia ketika dakwah tersebut sampai kepada saya setelah dilahirkan ke dunia atau setelah akil baligh; yang di dalamnya menerangkan bahwa Tiada ilah kecuali Allah. Maka saya tidak ragu-ragu untuk menyatakan bahwa tiada ilah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."
Demikianlah keterangan singkat mengenai Allah,yang wajib dipelajari bagi setiap muslim dan muslimat; sebagai keyakinan paling utama dan rukun iman yang pertama. Karena pemahaman dan keyakinan yang kuat terhadap ke-esaan Allah maka seperti Bilal bin Rabah sanggup menerima siksaan dari majikannya,dengan nafas terputus-putus beliau mengucapkan, Ahad….Ahad…Ahad…

Rabu, 29 September 2010

SEJAK KAPAN MENGENAI ALLAH?

Mengenai pertanyaan ini, perkenalan pertama dengan Allah Subhana wata’ala, tempat, cara menyaksikan-Nya dan saksinya adalah sebagai berikut:
dan (ingatlah), ketika Rabmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Rab kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang¬orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah)". (Q.S al-A'raaf(7): 172)
1. Di mana dan Bagaimana Mengenal/ Menyaksi¬kan Allah
Posisi manusia dalam sulbi adalah sebuah proses akan diciptakannya manusia baru menjelang perpaduan antata ruh dan jasad dalam rahim ibu. Pada saat itu Allah mengambil syahadat (persaksian/sumpah) jiwanya (waasyhahadakhum a’laanfusahum) hal mana menunjukkan bahwa yang diminta syahadatnya adalah jiwa, sebab anfus dapat berarti jiwa atau ruh.
Tempat pengambilan syahadat jiwa adalah di alam jiwa itu sendiri, alam jiwa itu adalah bentuk alam ruh yang serba ghaib, tempat alam jiwa lain dengan alam rahim ibu.
Cara jiwa bersyahadat kepada Allah tentunya menurut tabiat jiwa itu sendiri, karena itu cara jiwa menyaksikan Allah pun secara kejiwaan.
Gambarannya dapat kita ambil contoh dari kalimat: yasyhadu manafi’u lahum "Agar mereka dapat menyaksikan
manfaat-manfaat."
Menyaksikan manfaat itu dapat dirasakan oleh jiwa, panca indera hanya menguatkan persaksian tersebut. Pengertian syahadat di sini adalah persaksian yang disaksikan oleh jiwa manusia. Begitu pula dalam hal menyaksikan Allah, jiwa merasakan benar adanya Allah; sebagai Rab dan panca indera membenarkan persaksian tersebut melalui hasil ciptaan Allah yang tampak. Persaksian jiwa tidak tergantung bentuk dan rupa obyek yang disaksikan, yang tergantung dengan obyek bentuk rupa itu hanya panca indera saja. Maka dalam hal jiwa menyaksikan Allah yang Maha Ghaib adalah jelas, sebagaimana jelasnya mata kepala menyaksikan bulan purnama.
2. Siapa yang Menjadi Saksinya?
Dalam surat al-A'raf(7): 172 di atas seluruh dhamir menunjukkan kata jama' hum: mereka, Kum kamu, naa kami, dan kalimat: durriyyat wa asyhaduhum a’la anfusihim alastu birobbikum qolu bala syahidna
Semuanya dikembalikan pada arti jiwa. Berarti syahadat jiwa sama-sama disaksikan oleh jiwa orang lain, dan itulah saksinya.
3. Kesimpulan
Kesimpulan semua jawaban di atas adalah, bahwa setiap orang telah mengenal Allah sebelum dilahirkan ke dunia, yakni tempatnya di alam jiwa (ruh), menyaksikan-Nya (Allah) secara kejiwaan dan syahadatnya disaksikan oleh jiwa jiwa(ruh) yang lain.
C. MENGAPA HANYA ALLAH SAJA SEBAGAI ILAH?
Mengenai jawaban tentang orang yang hanya berrsyahadat tauhid dapat kita ambil kesimpulan dalam surat ar-Rum(30): 30 sebagai salah satu jawaban tepat : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (ltulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Q,S. ar-Rum(30): 30)
Kalimat (wajhaka) mengandung arti wajah, muka,
pandangan. Perintah menghadapkan wajah menunjukkan telah sempurnanya jiwa dan raga orang dewasa di alam dunia, sebab perintah untuk ber-dien itu tidak ditujukan kepada orang yang cacat jiwa dan raganya, atau bukan ditujukan kepada anak-anak yang belum akil baligh dan orang yang sudah meninggal dunia.
Syahadat manusia kepada Allah sebelum dilahirkan ke dunia adalah telah menjadi bentuk fitrah setiap orang, karena Itu setiap orang yang telah lahir ke dunia terikat dengan fitrahnya itu sehingga setiap insan jika tidak menjadikan Allah sebagai Rab-nya tetap saja dia jadikan siapa pun sebagai Rab.
Maka Allah menurunkan pandangan Rububiyahnya sesuai dengan fitrah Allah pada setiap insan, hanya saja kebanyakan manusia sudah tidak tahu lagi terhadap syahadat yang pernah diikrarkannya sebelum dilahirkan ke dunia.
Orang yang menerima Dienullah itu tentulah disebabkan adanya orang yang mendakwahinya dan adanya faktor keyakinan terhadap seruan tersebut. Begitu pula sekarang, bagaimana pun kita semua tidak akan dapat ber-dien secara lurus/benar dengan sendirinya tanpa adanya para Waliyullah yang telah menyampaikan Risalah Tauhid hingga sampai kepada kita. Orang yang menerima Dienullah di dalamnya dijelaskan mengenai ajaran Tauhid, misalnya:

"Maka ketahuilah, bahwa tiada ilah kecuali Allah." (Q.S. Muhammad(47): 19).

Setelah mengetahui Tauhidullah tersebut barulah orang yang yakin segera bersyahadat untuk mengaku dan bersumpah atau bersaksi bahwa Allah saja sebagai ilah dan menolak selain-Nya.
Jika jawaban ini kita simpulkan dapat kita susun ngan kalimat:
"Karena saya meyakini kebenaran Ad-Dien yang sesuai dengan fitrah manusia ketika dakwah tersebut sampai kepada saya setelah dilahirkan ke dunia atau setelah akil baligh; yang di dalamnya menerangkan bahwa Tiada ilah kecuali Allah. Maka saya tidak ragu-ragu untuk menyatakan bahwa tiada ilah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."
Demikianlah keterangan singkat mengenai Allah,yang wajib dipelajari bagi setiap muslim dan muslimat; sebagai keyakinan paling utama dan rukun iman yang pertama. Karena pemahaman dan keyakinan yang kuat terhadap ke-esaan Allah maka seperti Bilal bin Rabah sanggup menerima siksaan dari majikannya,dengan nafas terputus-putus beliau mengucapkan, Ahad….Ahad…Ahad…

Selasa, 28 September 2010

Mengenal Allah Melalui Sifat-Nya dan Ciptaan¬Nya

Selanjutnya untuk mengenal Allah bukanlah dari Dzat-Nya melainkan dari sifat-sifat-Nya dan ciptaan-Nya. Bila kita menerangkan satu persatu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya tentulah akan terlalu banyak sekali, dapat pula dicontohkan dengan beberapa kutipan ayat, antara lain sebagai berikut:
ALLAH adalah: yang Ahad (Maha Esa) (Q.S. al-Ikhlas(112): 1)
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
Ash-Shomad (bergantung kepada-Nya segala sesuatu) (Q.S. al-Ikhlas (112):2)
Allah adalah llah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3.Yang diakui Uluhiyah dan Rububiyah-Nya di langit dan di bumi serta Mengetahui sir dan jahr (Q.S. al-An'aam(6): 3)
Dan dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.
4.Yang berhak disebut ilah yang Maha Esa dan yang berhak disembah (Q.S. Thaahaa(20): 14)
Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada ilah (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirlkanlah shalat untuk mengingat Aku

5.Robb semesta alam(Qs.al-Qashash(28):30

Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam[1120].
[1120] di tempat dan di saat Itulah Musa a.s. mulai diangkat menjadi rasul.

6. Yang Maha Perkasa dan Bijak sana an-Nahl(16):9

9. Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. dan Jikalau dia menghendaki, tentulah dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).
7. Pencipta segala sesuatu (Qs.al-Mu’min(40):62
Yang demikian itu adalah Allah, Robbmu, Pencipta segala sesuatu, tiada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?

8. Yang Mengrtahui yang ghaib dan yang nyata ( Qs al-Hasr(59):22
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

9. Yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang(Qs al-Hasr(59):22

22. Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

10.Maha raja (Qs.al-Hasr(59):23
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang.Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

11.Yang Maha Suci (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dart apa yang mereka persekutukan.
12.Yang Maha Sejahtera (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
13.Yang Maha Mengaruniai Keamanan (al-Hasyr(59): 23)

Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
14.Yang Maha Memelihara (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
15.Yang Maha Kuasa (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Yang memiliki segala keagungan (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
17.Yang Mengadakan sesuatu (al-Hasyr(59): 24)
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan burnt. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

18.Yang membentuk rupa (al-Hasyr(59): 24)
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

19.Yang Hidup kekal (tidak pernah dan tidak akan mati) (al-Baqarah(2): 225)

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
20.Yang Berdiri sendiri (al-Baqarah(2): 225)
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
21. Yang tidak mengantuk dan tidak tidur (al¬Baqarah(2): 225)

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

22.Yang menjadikan binatang ternak (al-Mu'min(40): 79)
Allahlah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan.
23.Yang memasukkan malam ke dalam siang dan sebaliknya (Faathir(35): 13)
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan mataharl dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (berbuat) demikian ltulah Allah Rab-mu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyal apa-apa walaupun setipis kulit
24.Yang menciptakan bumi untuk menetap dan langit sebagai atap (al-Mu'min (40) : 64)
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang balk-balk. yang demikian itu adalah Allah Rab-mu, Maha Agung Allah, Rab semesta alarm
25.Yang menjadikan dan memberi cahaya langit dan cahaya bumi (An-Nur(24): 35)
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timer (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)( yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya¬Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan¬perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
26.Yang meninggikan langit tanpa tiang (Ar-Ra’d(13): 2)
Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-rnasing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda¬tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Rab-mu.
27.Pemilik apa saja yang ada di langit dan bumi (Ibrahim(14): 2)
Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir Karena siksaan yang sangat pedih,
28.Yang Menundukkan matahari dan bulan (Faathir(35): 13)
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam ma'am dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (bertuat) demikian Itulah Allah Rab-mu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.
29.Yang Menundukkan lautan untuk manusia (al¬Jaatsiyah(45): 12)
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencad karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur.
30.Yang Mengatur dan mengirimkan angin (Ar¬Rum(30): 48)
Allah, dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah¬celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.
31.Yang menurunkan hujan (Ibrahim(14): 32)
Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dart langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
32.Yang Melapangkan rizqi dan mnyempitkanny (Ar-Ra'd(13): 26)

Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).
33.Yang menurunkan kitab dan neraca keadila (Asy-Syuura(42):17)
Allah-lah yang menurunkan Kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hart kiamat itu (sudah) dekat?
34.Yang Menetapkan hukum (Asy-Syuura(42): 10)

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) ltulah Allah Rab-ku. kepada-Nya fah Aku bertawakkal dan kepada-Nyalah Aku kembali.
35. Rab bagimu dan manusia sebelum kamu (ash¬Shaaffaat(37): 126)
(yaitu) Allah Rabb-mu dan Rabb bapak-bapakmu yang terdahulu?"
36.Yang menciptakan manusia sejak mulanya, dalam keadaan lemah lalu dikuatkan dan dalam keadaan kuat lalu menjadi lemah, kemudian dikembalikan kepada-Nya (Ar-Rum(30): 11, 54)

Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, Kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali; Kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan (11).
Allah, dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, Kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, Kemudian
dia menjadikan (kamu) sesudah Kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (54).
37.Yang menjadikan malam agar manusia dapat beristirahat padanya dan siang terang benderang (al-Mu'min(40) : 61)
Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu berstirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
38.Wali manusia (as-Sajdah(32): 4)
Allah fah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dad padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
39.Yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu/tanpa batas (Ath-Thalaaq(65): 12)

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berfaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar¬benar meliputi segala sesuatu.
40.Yang memiliki Asmaul-Husna, yaitu nama-nama yang tebaik bagi Allah; atau selain dari apa-apa yang telah disebutkan di atas (al-Hasyr(59): 24)
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Demikianlah keterangan mengenai siapa Allah itu .

Senin, 27 September 2010

Ma’rifatullah(ALLAH

Kalau seseorang ditanya mengenai: "Apa atau siapa Muhammad itu?" Jawaban yang benar dan dapat dimengerti adalah, bahwa Muhammad itu seorang manusia, ia sebagai Rasul Allah dan penutup para nabi. Tetapi jika yang ditanyakan itu mengenai: "Apa atau siapa Allah itu?"
Pertanyaan tersebut tidak setiap muslim dapat memberikan keterangan secara benar dan yang dapat difahami, meskipun orang yang mengaku muslim sangat sering mengucapkan kata-kata Allahgt , dan bersumpah dengan ucapan "Aku bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah". Namun sejauh mana pemahamannya tentang ucapan syahadat tersebut, maka masih perlu dipertanyakan kembali bahwa:
1. Siapa Allah itu?
2. Sejak kapan Anda mengenai Allah?
3. Bagaimana perkenalan Anda dengan Allah?
4. Bagaimana cara menyaksikan Allah dan siapa saksinya?
5. Mengapa Anda hanya mengakui Allah saja sebagai ilah?
A. SIAPA ALLAH ITU?
A.1Mengenai Kadar Allah yang Semestinya
Untuk mengetahui cara ber-marrifat kepada Allah harus bersumber dari Allah sendiri, sebab mahluk tidak akan sanggup mengetahui Allah kecuali Dia sendiri yang memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Orang yang memperkirakan Allah dengan persangkaannya saja tidak akan mengenal Allah dengan kadar yang semestinya.
Dalam al-Qur'an Surat Al-Hajj (22): 74, Allah berfirman:
"Mereka tidak meng-kadarkan Allah dengan sebenar-benamya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Q.S. Al-Hal (22): 74)
Mengkadar-kan dapat berarti menentukan, menetapkan, mendefinisikan, mengenal dan mengetahui. Di dalam masalah kadar Allah ini Nabi Muhammad shallah alaihi wasasam sendiri tidak berani memperkirakan sebelum Allah subhanallah wata’ala sendiri yang menjelaskan dengan wahyu-Nya.
Suatu ketika Nabi Muhammad shalallah alaihi wasalam pernah didatangi orang-orang kafir Quraisy; dengan rasa angkuh mereka mendefinisikan Latta, 'Uzza, dan Manat secara gamblang sambil mengejek Nabi Muhammad’ yang tidak dapat mendefinisikan Allah. Pada saat itu turunlah wahyu Allah sebagai jawabannya:


katakanlah (hai Muhammad): "Dia-lah Allah, yang Ahad (Maha Esa), Allah adalah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.' (Q. S. Al-lkhlash (112): 1-4)

Dikatakan bahwa Allah adalah yang Ahad karena Dia tidak berserikat atau tidak bersekutu. Ash-Shamad yaitu berdiri sendiri tanpa membutuhkan sesuatu pun dari makhluk ciptaan-Nya sedangkan seluruh makhluk bergantung penuh kepada-Nya. Allah tidak beranak seperti makhluk dan tidak pula diperanakkan oleh sesuatu. Allaha bukan dikeluarkan oleh sesuatu, tidak membagi sifat Ilahiyah kepada makhluk dan tidak bersifat Ilahiyah karena keluar dari sesuatu. Dia tidak berunsur dan tidak pula terdiri dari gabungan Ilahiyah, bukan seperti keyakinan Trinitas pada ajaran Nasrani dan tidak sebagaimana kepercayaan terhadap Brahma¬Wisnu-Syiwa. Setiap yang maujud ini karena ada¬Nya Allah. Dia tidak dapat didefinisikan seperti tumpukan batu berhala, tidak berunsur benda padat, cair, atau gas, tidak berbentuk dan tidak berwarna, tidak serupa dengan ruh dan makhluk halus, tidak dapat diumpamakan dengan sesuatu atau tiada apa dan siapa pun yang serupa. dengan Allah; Demikian itulah Allah, dan Maha Suci Allah dari apa yang mereka perserikatan dengan-Nya.
A.2. Dalil-dalil Mengenal Allah*
Untuk dapat mengenal Allah lebih lanjut banyak ayat-ayat diturunkan untuk menjelaskan-Nya, misalnya dapat dikutip dan susunan kalimat seperti:
• Allah adalah (Q.S Thaahaa(20): 8)
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
• Dialah Allah (Q.S. al-Hasyr(59): 22)
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
• Dan Dialah Allah (Qs al-An’am(6):(3)
Dan dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.
• Sesungguhnya Aku adalah Allah (Qs. Al-Qashash (28):(30)

30. Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, Sesungguhnya Aku adalah Allah, Robb semesta alam

• Sesungguhnya aku inilah Allah (Qs Thaahaa):(20).14)

Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

• Sesungguhnya Akulah Allah itu (Qs. an-Naml(27):9)

(Allah berfirman): "Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

• Yang demikian itu adalah Allah (Qs.al-Mu’min(40):62)

Yang demikian itu adalah Allah, Robbmu, Pencipta segala sesuatu, tiada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?
Dari keterangan diatas di tambah lagi mengenai Asmaul-Husna Ayat kursi dan sebagainya seperti kalimat yang tersusun di bawah ini
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Qs.al-Hasr (59):22’23’24)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

sekapur sirih

Sebagai umat Islam kita harus yakin dan sebagai dan sebagai orang yang beriman harus konsisten dengan apa yang diimani
sehingga Insya Allah akan diberikan tempat yang aman dan damai sebagaimana yang disinyalir Rasulullah "Sesungguhnya iman (orang-orang yang beriman) benar benar akan berkumpul di Madinah sebagaimana ular berkumpul di sarangnya
(H.R Bukhari dan Muslim). Selain itu pula sahabat Abu Bakar menyatakan:"Tidak akan baik umat yang terbelakang melainkan hanya dengan sifat, cara kaifiat, yang pernah melaksanakan dulu untuk membangunnya pertama kali."
Dakwah terhadap umat memiliki spektrum yang sangat luas, namun semua itu tidak bernilai tanpa :bermuara pada Aqidah Tauhid. Yang pokok dalam masalah al-Islam adalah Ushuiuddin (pokok-pokok Dienul Islam). Dalam mempelajari ilmu Ushuluddin intinya yaitu Aqidah, sedangkan inti dari Aqidah adalah Tauhidullah, saripati Tauhidullah adalah
La ilaha il lallah) yang artinya tiada ilah kecuali Allah
,dan intisari kalimat La ilaha il-lallah adalah Allah
Risalah Tauhid ini dimaksudkan untuk menyampaikan amanat ilahi kepada umat dalam upaya menyatukan aqidah yang sudah menyimpang agar kembali kepada Aqidah Tauhidullah sebagai satu satunya aqidah yang haq (benar) karena setiap rasul
diutus untuk membawa Risalah Tauhid yang wajib disampaikan kepada umatnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah,, "Sesungguhnya kebenaran itu membimbing kepada kebaikan. maka sesungguhnya pula kebaikan itu membimbing (mengantar) ke jannah (surga)." Bahwa mencari kebenaran itu mutlak dan wajib, karena kebenaran itu akan mengantarkan ke pintu kebaikan dan kebaikan akan mengantar kepada kebahagiaan (jannah). Jangan berharap suatu pekerjaan akan bernilai baik serta bernilai jannah apabila tidak sumber dari yang benar terutama soal aqidah.
Menyangkut masalah aqidah, yang akan mengarahkan seluruh potensi yang dimihki setiap muslim dan meluruskan pandangan, metode, serta sikap hidupnya maka hal ini sangat penting sekali untuk mempelajari dan mengamalkan sesuai dengan aqidah yang benar sehingga hasil perbuatan yang kita lakukan tidak sia-sia. Jika dahulu umat Islam jumlahnya sedikit tetapi dapat mengalahkan yang berjumlah banyak, dan sekarang ini secara kuantitas jumlah umat Islam banyak tetapi malah terpinggirkan dan terpuruk di berbagai bidang kehidupan. Hal ini semua adalah menyangkut persoalan aqidah yang yang perlu diluruskan sesuai dengan al-Qur'an dan hal-hal yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah(as¬Sunnah). Sebab sampai saat ini kebanyakan umat Islam dalam persoalan aqidah hanya berpegang teguh kepada prasangka atau menduga-duga serta adat istiadat lingkungan yang membimbingnya.
Kalau kita perhatikan Allah mengutus Rasul¬Nya yang, selama 13tahuh lamanya berdakwah di Mekkah yang paling diutamakan adalah penanaman dan pengamalan Aqidah Tauhidullah yang kuat dan kokoh dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya. Sehingga dapat membentuk mental dan jiwa Bilal bin Rabbah , AmarbinYasir dan keluargannya serta para sahabat lainnya yang rela mendapat siksaan yang berat karena mempertahankan aqidahnya.
Nilai aqidah bagi setiap muslim adalah sangat penting dan sakral bahkan nilai ibadah apa pun juga akan nihil (nol) bila tidak bersumber dari aqidah yang benar. Dan sudah saatnya umat Islam sekarang ini meluruskan aqidahnya kepada aqidah yang benar sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah perlu untuk menghasilkan generasi seperti umat terdahulu.
catan ini menjelaskan tentang Aqidah Tauhidullah dengan jelas dan gamblang untuk meluruskan arah atau pandangan hidup, pola hidup, serta sikap hidup yang mesti dimiliki oleh seseorang yang mengaku dirinya sebagai muslim. Buku ini membahas; pertama mengenai Uluhiyah; kedua mengenai Rububiyah; dan ketiga mengenai Mulkiyah yang sangat jarang sekali dibahas.
catatan ini adalah sebagai bahan dialog dalam rangka membina aqidah bagi diri, keluarga, dan masyarakat muslim agar mencapai hidup fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah.
Sebagai suatu wacana keilmuan tentunya dalam buku ini banyak kekurangannya, sehingga memungkinkan terciptanya ruang perdebatan atau perbedaan penafsiran. Kami berharap tidak menanggapi buku ini secara emosional sehingga kita tidak dapat mencapai suatu kebenaran sebagaimana til man Allah k. dalam surah Yunus ayat 35-36.
"Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran[690]. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Sebab itu kami mengharapkan masukan, kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan catan ini.
Akhir kalam kami ucapkan banyak terima kasih dan tujuan kami hanyalah mencari keridhaan Allah.
Semoga Allah tetap memberikan karunia dan pertolongan-Nya kepada setiap insan yang rela mengorbankan segala-galanya dalam rangka tegaknya Dien al-Islam secara murni dan konsekuen, Amiin.

Jumat, 24 September 2010

Fatwa Imam Syafi’i tentang Kenduri Arwah, Tahlilan, Yasinan dan Selamatan



Oleh : Ustadz Rasul Dahri
Majelis kenduri arwah lebih dikenali dengan berkumpul beramai-ramai dengan hidangan jamuan (makanan) di rumah si Mati. Kebiasaannya diadakan sama ada pada hari kematian, dihari kedua, ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, setahun dan lebih dari itu bagi mereka yang fanatik kepada kepercayaan ini atau kepada si Mati. Malangnya mereka yang mengerjakan perbuatan ini tidak menyedari bahawa terdapat banyak fatwa-fatwa dari Imam Syafi'ie rahimahullah dan para ulama besar dari kalangan yang bermazhab Syafi'ie telah mengharamkan dan membid’ahkan perbuatan atau amalan yang menjadi tajuk perbincangan dalam tulisan ini.
Di dalam kitab ( اعان ة الط البین ) juz 2. hlm. 146, tercatat pengharaman Imam Syafie rahimahullah tentang perkara yang disebutkan di atas sebagaimana ketegasan beliau dalam fatwanya:
وَیَكْرَهُ اتِّخَاذُ الطَّعَامِ فِى الْیَوْمِ اْلاَوَّلِ وَالثَّالِث وَبَعْدَ اْلاُسْبُوْعِ وَنَقْلُ الطَّعَامِ اِلَى الْقُبُوْرِ
“Dan dilarang (ditegah/makruh) menyediakan makanan pada hari pertama kematian, hari ketiga dan seterusnnya sesudah seminggu. Dilarang juga membawa makanan ke kuburan”.
Imam Syafi'ie dan jumhur ulama-ulama besar ( ائم ة العلم اء الش افع یة ) yang berpegang
kepada mazhab Syafi'ie, dengan berlandaskan kepada hadis-hadis sahih, mereka memfatwakan bahawa yang sewajarnya menyediakan makanan untuk keluarga si Mati adalah jiran, kerabat si Mati atau orang yang datang menziarahi mayat, bukan keluarga (ahli si Mati) sebagaimana fatwa Imam Syafii'e:
وَاُحِبُّ لِجِیْرَانِ الْمَیِّتِ اَوْذِيْ قَرَابَتِھِ اَنْ یَعْمَلُوْا لاَھْلِ الْمَیِّتِ فِىْ یَوْمِ یَمُوْتُ وَلَیْلَتِھِ طَعَامًا مَا
یُشْبِعُھُمْ وَاِنَّ ذَلِكَ سُنَّةٌ.
“Aku suka kalau jiran si Mati atau saudara mara si Mati menyediakan makanan untuk keluarga si Mati pada hari kematian dan malamnya sehingga mengenyangkan mereka. Sesungguhnya itulah amalan yang sunnah”.
Fatwa Imam Syafie di atas ini adalah berdasarkan hadis sahih:
قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ جَعْفَرَ : لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرِ حِیْنَ قُتِلَ قَ الَ النَّبِ ي صَ لَّى اللهُ عَلَیْ ھِ وَسَ لَّمَ :
اِصْنَعُوْا لآلِ جَعْفَرِ طَعَامًا فَقَدْ اَتَاھُمْ مَایُشْغِلُھُمْ . (حسنھ الترمزى وصححھ الحاكم)
“Abdullah bin Ja’far berkata: Ketika tersebar tentang berita terbunuhnya Ja’far, Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: Hendaklah kamu menyediakan makanan untuk keluarga Ja’far, mereka telah ditimpa keadaan yang menyebukkan (kesusahan)”. [1]
Menurut fatwa Imam Syafie, adalah haram mengadakan kenduri arwah dengan menikmati hidangan di rumah si Mati, terutama jika si Mati termasuk keluarga yang miskin, menanggung beban hutang, meninggalkan anak-anak yatim yang masih kecil dan waris si
Mati mempunyai tanggungan perbelanjaan yang besar dan ramai. Tentunya tidak dipertikaikan bahawa makan harta anak-anak yatim hukumnya haram. Telah dinyatakan
juga di dalam kitab ( اعانة الطالبین ) jld. 2. hlm. 146:
وَقَالَ اَیْضًأ : وَیَكْ رَهُ الضِّ یَافَةُ مِ نَ الطَّعَ امِ مِ نْ اَھْ لِ الْمَیِّ تِ لاَنَّ ھُ شَ رَعَ فِ ى السُّ رُوْرِ وَھِ يَ
بِدْعَةٌ
“Imam Syafie berkata lagi: Dibenci bertetamu dengan persiapan makanan yang disediakan oleh ahli si Mati kerana ia adalah sesuatu yang keji dan ia adalah bid’ah”.
Seterusnya di dalam kitab ( اعان ة الط البین ) juz. 2. hlm. 146 – 147, Imam Syafie rahimahullah berfatwa lagi:
وِمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الْمَكْرُوْهِ فَعْلُھُ مَا یَفْعَلُ النَّاسُ مِنَ الْوَحْشَةِ وَالْجَمْعِ وَاْلاَرْبِعِیْنَ بَ لْ كَ لُّ
ذَلِكَ حَرَامٌ
1 H/R Asy-Syafie (I/317), Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad I/205. Dihasankan oleh at-Turmizi dan di sahihkan oleh al-Hakim.
“Dan antara bid’ah yang mungkar ialah kebiasaan orang yang melahirkan rasa kesedihannya sambil berkumpul beramai-ramai melalui upacara (kenduri arwah) dihari keempat puluh (empat pulu harinya) pada hal semuanya ini adalah haram”.
Ini bermakna mengadakan kenduri arwah (termasuk tahlilan dan yasinan beramairamai) dihari pertama kematian, dihari ketiga, dihari ketujuh, dihari keempat puluh, dihari keseratus, setelah setahun kematian dan dihari-hari seterusnya sebagaimana yang diamalkan oleh masyarakat Islam sekarang adalah perbuatan haram dan bid’ah menurut fatwa Imam Syafie. Oleh itu, mereka yang mendakwa bermazhab Syafie sewajarnya menghentikan perbuatan yang haram dan bid’ah ini sebagai mematuhi wasiat imam yang agung ini.
Seterusnya terdapat dalam kitab yang sama a ( اعانة الط البین ) juz 2. hlm. 145-146, Mufti
yang bermazhab Syafie al-Allamah Ahmad Zaini bin Dahlan rahimahullah menukil fatwa
Imam Syafie yang menghukum bid’ah dan mengharamkan kenduri arwah:
وَلاَ شَكَّ اَنَّ مَنْعَ النَّاسِ مِنْ ھَذِهِ الْبِدْعَةِ الْمُنْكَ رَةِ فِیْ ھِ اِحْیَ اءٌ لِلسُّ نَّة وَاِمَاتَ ةٌ لِلْبِدْعَ ةِ وَفَ تْحٌ
لِكَثِیْرٍ مِنْ اَبْوَابِ الْخَیْرِ وَغَلْقٌ لِكَثِیْرٍ مِنْ اَبْ وَابِ الشَّ رِّ ، فَ اِنَّ النَّ اسَ یَتَكَلَّفُ وْن تَكَلُّفً ا كَثِیْ رًا
یُؤَدِّيْ اِلَى اَنْ یَكُوْنَ ذَلِكَ الصُّنْعُ مُحَرَّمًا .
“Dan tidak boleh diragukan lagi bahawa melarang (mencegah) manusia dari perbuatan bid’ah yang mungkar demi untuk menghidupkan sunnah dan mematikan (menghapuskan) bid’ah, membuka banyak pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu pintu keburukan dan (kalau dibiarkan bid’ah berterusan) orang-orang (awam) akan
terdedah (kepada kejahatan) sehingga memaksa diri mereka melakukan perkara yang haram”.
Kenduri arwah atau lebih dikenali dewasa ini sebagai majlis tahlilan, selamatan atau yasinan, ia dilakukan juga di perkuburan terutama dihari khaul ( خ ول ). Amalan ini termasuk perbuatan yang amat dibenci, ditegah, diharamkan dan dibid’ahkan oleh Imam Syafie rahimahullah sebagaimana yang telah ditegaskan oleh beliau:
مَا یَفْعَلُھُ النَّاسُ مِنَ اْلاِجْتَمَاعِ عِنْدَ اَھْلِ الْمَیِّتِ وَصُنْعِ الطَّعَامِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ
“Apa yang diamalkan oleh manusia dengan berkumpul dirumah keluarga si mati dan menyediakan makanan adalah termasuk perbuatan bid’ah yang mungkar”.[2]
Di dalam kitab fikh ( حاش یة القلی وبي ) juz. 1 hlm. 353 atau di kitab ( – قلی وبى – عمی رة
حاش یتان ) juz. 1 hlm. 414 dapat dinukil ketegasan Imam ar-Ramli rahimahullah yang mana beliau berkata:
2 Lihat: اعانة الطالبین juz 2 hlm. 145.
قَالَ شَیْخُنَا الرَّمْلِى : وَمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الْمَكْرُوْهِ فِعْلُھَا كَمَا فِى الرَّوْضَةِ مَا یَفْعَلُھُ النَّاسُ
مِمَّا یُسَمَّى الْكِفَارَةَ وَمِنْ صُنْعِ طَعَامِ للاِجْتَمَاعِ عَلَیْھِ قَبْلَ الْمَوْتِ اَوْبَعِ دَهُ وَمِ ن ال ذَّبْحِ عَلَ ى
الْقُبُوْرِ ، بَلْ كُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ اِنْ كَانَ مِ نْ مَ الٍ مَحْجُ وْرٍ وَلَ وْ مِ نَ التَّركَ ةِ ، اَوْ مِ نْ مَ الِ مَیِّ تٍ
عَلَیْھِ دَیْنٌ وَتَرَتَّبَ عَلَیْھِ ضَرَرٌ اَوْ نَحْوُ ذَلِكَ.
“Telah berkata Syeikh kita ar-Ramli: Antara perbuatan bid’ah yang mungkar jika dikerjakan ialah sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab “Ar-Raudah” iaitu mengerjakan amalan yang disebut “kaffarah” secara menghidangkan makanan agar dapat berkumpul di rumah si Mati sama sebelum atau sesudah kematian, termasuklah (bid’ah yang mungkar) penyembelihan untuk si Mati, malah yang demikian itu semuanya haram terutama jika sekiranya dari harta yang masih dipersengketakan walau sudah ditinggalkan oleh si Mati atau harta yang masih dalam hutang (belum dilunas) atau seumpamanya”.
Di dalam kitab ( الفقھ على المذاھب الاربعة ) jld.1 hlm. 539, ada dijelaskan bahawa:
وَمِنَ الْبِدَعِ الْمَكْرُوْھَ ةِ مَ ا یَفْعَ لُ الآن مِ نْ ذَبْ حِ ال ذَّبَائِحَ عِنْ دَ خُ رُوْجِ الْمَیِّ ت اَوْ عِنْ دَ الْقَبْ رِ
وَاِعْدَادِ الطَّعَامِ مِمَّنْ یَجْتَمِعُ لِتَّعْزِیَةِ .
“Termasuk bid’ah yang dibenci ialah apa yang menjadi amalan orang sekarang, iaitu menyembelih beberapa sembelihan ketika si Mati telah keluar dari rumah (telah dikebumikan). Ada yang melakukan sehingga kekuburan atau menyediakan makanan kepada sesiapa yang datang berkumpul untuk takziyah”.
Kenduri arwah pada hakikatnya lebih merupakan tradisi dan kepercayaan untuk mengirim pahala bacaan fatihah atau menghadiahkan pahala melalui pembacaan al-Quran terutamanya surah yasin, zikir dan berdoa beramai-ramai yang ditujukan kepada arwah si
Mati. Mungkin persoalan ini dianggap isu yang remeh, perkara furu’, masalah cabang atau
ranting oleh sebahagian masyarakat awam dan dilebih-lebihkan oleh kalangan mubtadi’ مبت دع ) ) “pembuat atau aktivis bid’ah” sehingga amalan ini tidak mahu dipersoalkam oleh
pengamalnya tentang haram dan tegahannya dari Imam Syafie rahimahullah dan para ulama yang bermazhab Syafie.
Pada hakikatnya, amalan mengirim atau menghadiahkan pahala bacaan seperti yang dinyatakan di atas adalah persoalan besar yang melibatkan akidah dan ibadah. Wajib diketahui oleh setiap orang yang beriman bahawa masalah akidah dan ibadah tidak boleh
dilakukan secara suka-suka (tanpa ada hujjah atau dalil dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya), tidak boleh berpandukan pada anggapan yang disangka baik lantaran ramainya
masyarakat yang melakukannya, kerana Allah Subhanahu wa-Ta’ala telah memberi amaran
yang tegas kepada mereka yang suka bertaqlid (meniru) perbuatan orang ramai yang tidak
ada dalil atau suruhannya dari syara sebagaimana firmanNya:
وَاِنْ تُطِ ع اَكْثَ رَ مَ ن فِ ى اْلاَرْضِ یُضِ لُّوْكَ عَ ن سَ بِیْلِ اللهِ اِنْ یَّتَّبِعُ وْن اِلاَّ الظَّ نَّ وَاِنْ ھُ مْ اِلاَّ
یَخْرُصُوْنَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan (majoriti) orang-orang yang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkan diri kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. (QS. Al-An’am, 6:116)
Begitu juga sesuatu amalan yang disangkakan ibadah sama ada yang dianggap wajib atau sunnah, maka ia tidak boleh ditentukan oleh akal atau hawa nafsu, antara amalan tersebut
ialah amalan kenduri arwah (tahlilan atau yasinan) maka lantaran ramainya orang yang mengamalkan dan adanya unsur-unsur agama dalam amalan tersebut seperti bacaan al- Quran, zikir, doa dan sebagainya, maka kerananya dengan mudah diangkat dan dikategorikan sebagai ibadah. Sedangkan kita hanya dihalalkan mengikut dan mengamalkan apa yang benar-benar telah disyariatkan oleh al-Quran dan as-Sunnah jika ia dianggap sebagai ibadah sebagaimana firman Allah Azza wa-Jalla:
ثُمَّ جَعَلْنَ اك عَلَ ى شَ رِیْعَةٍ مِ نَ اْلاَمْ رِ فَاتَّبِعْھَ ا وَلاَ تَتَّبِ عْ اَھْ وَاء الَّ ذِیْنَ لاَ یَعْلَمُ وْنَ . اَنَّھُ مْ لَ نْ
یُّغْنُوْا عَنْكَ مِنَ اللهِ شَیْئًا
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan yang wajib ditaati) dalam urusan (agamamu) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (orang jahil). Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak diri kamu sedikitpun dari siksaan Allah”. (QS. Al-Jatsiyah, 45:18-19)
Setiap amalan yang dianggap ibadah jika hanya berpandukan kepada andaian mengikut perkiraan akal fikiran, perasaan, keinginan hawa nafsu atau ramainya orang yang melakukan tanpa dirujuk terlebih dahulu kepada al-Quran, as-Sunnah dan athar yang sahih untuk dinilai sama ada haram atau halal, sunnah atau bid’ah, maka perbuatan tersebutadalah suatu kesalahan (haram dan bid’ah) menurut syara sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat di atas dan difatwakan oleh Imam Syafie rahimahullah. Memandangkan polemik dan persoalan kenduri arwah kerapkali ditimbulkan dan ditanyakan kepada penulis, maka ia perlu ditangani dan diselesaikan secara syarii (menurut hukum dari al-Quran dan as-Sunnah) serta fatwa para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah dari kalangan Salaf as-Soleh yang muktabar.
Dalam membincangkan isu ini pula, maka penulis tumpukan kepada kalangan para ulama
dari mazhab Syafie kerana ramai mereka yang bermazhab Syafie menyangka bahawa amalan kenduri arwah, tahlilan, yasinan atau amalan mengirim pahala adalah diajarkan oleh Imam Syafie dan para ulama yang berpegang dengan mazhab Syafie.
Insya-Allah, mudah-mudahan tulisan ini bukan sahaja dapat menjawab pertanyaan bagi mereka yang bertanya, malah akan sampai kepada mereka yang mempersoalkan isu ini, termasuklah mereka yang masih tersalah anggap tentang hukum sebenar kenduri arwah (tahlilan atau yasinan) menurut Ahli Sunnah wal-Jamaah.
sumber: wahonot.wordpress.com