Rabu, 29 September 2010

SEJAK KAPAN MENGENAI ALLAH?

Mengenai pertanyaan ini, perkenalan pertama dengan Allah Subhana wata’ala, tempat, cara menyaksikan-Nya dan saksinya adalah sebagai berikut:
dan (ingatlah), ketika Rabmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Rab kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang¬orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah)". (Q.S al-A'raaf(7): 172)
1. Di mana dan Bagaimana Mengenal/ Menyaksi¬kan Allah
Posisi manusia dalam sulbi adalah sebuah proses akan diciptakannya manusia baru menjelang perpaduan antata ruh dan jasad dalam rahim ibu. Pada saat itu Allah mengambil syahadat (persaksian/sumpah) jiwanya (waasyhahadakhum a’laanfusahum) hal mana menunjukkan bahwa yang diminta syahadatnya adalah jiwa, sebab anfus dapat berarti jiwa atau ruh.
Tempat pengambilan syahadat jiwa adalah di alam jiwa itu sendiri, alam jiwa itu adalah bentuk alam ruh yang serba ghaib, tempat alam jiwa lain dengan alam rahim ibu.
Cara jiwa bersyahadat kepada Allah tentunya menurut tabiat jiwa itu sendiri, karena itu cara jiwa menyaksikan Allah pun secara kejiwaan.
Gambarannya dapat kita ambil contoh dari kalimat: yasyhadu manafi’u lahum "Agar mereka dapat menyaksikan
manfaat-manfaat."
Menyaksikan manfaat itu dapat dirasakan oleh jiwa, panca indera hanya menguatkan persaksian tersebut. Pengertian syahadat di sini adalah persaksian yang disaksikan oleh jiwa manusia. Begitu pula dalam hal menyaksikan Allah, jiwa merasakan benar adanya Allah; sebagai Rab dan panca indera membenarkan persaksian tersebut melalui hasil ciptaan Allah yang tampak. Persaksian jiwa tidak tergantung bentuk dan rupa obyek yang disaksikan, yang tergantung dengan obyek bentuk rupa itu hanya panca indera saja. Maka dalam hal jiwa menyaksikan Allah yang Maha Ghaib adalah jelas, sebagaimana jelasnya mata kepala menyaksikan bulan purnama.
2. Siapa yang Menjadi Saksinya?
Dalam surat al-A'raf(7): 172 di atas seluruh dhamir menunjukkan kata jama' hum: mereka, Kum kamu, naa kami, dan kalimat: durriyyat wa asyhaduhum a’la anfusihim alastu birobbikum qolu bala syahidna
Semuanya dikembalikan pada arti jiwa. Berarti syahadat jiwa sama-sama disaksikan oleh jiwa orang lain, dan itulah saksinya.
3. Kesimpulan
Kesimpulan semua jawaban di atas adalah, bahwa setiap orang telah mengenal Allah sebelum dilahirkan ke dunia, yakni tempatnya di alam jiwa (ruh), menyaksikan-Nya (Allah) secara kejiwaan dan syahadatnya disaksikan oleh jiwa jiwa(ruh) yang lain.
C. MENGAPA HANYA ALLAH SAJA SEBAGAI ILAH?
Mengenai jawaban tentang orang yang hanya berrsyahadat tauhid dapat kita ambil kesimpulan dalam surat ar-Rum(30): 30 sebagai salah satu jawaban tepat : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (ltulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Q,S. ar-Rum(30): 30)
Kalimat (wajhaka) mengandung arti wajah, muka,
pandangan. Perintah menghadapkan wajah menunjukkan telah sempurnanya jiwa dan raga orang dewasa di alam dunia, sebab perintah untuk ber-dien itu tidak ditujukan kepada orang yang cacat jiwa dan raganya, atau bukan ditujukan kepada anak-anak yang belum akil baligh dan orang yang sudah meninggal dunia.
Syahadat manusia kepada Allah sebelum dilahirkan ke dunia adalah telah menjadi bentuk fitrah setiap orang, karena Itu setiap orang yang telah lahir ke dunia terikat dengan fitrahnya itu sehingga setiap insan jika tidak menjadikan Allah sebagai Rab-nya tetap saja dia jadikan siapa pun sebagai Rab.
Maka Allah menurunkan pandangan Rububiyahnya sesuai dengan fitrah Allah pada setiap insan, hanya saja kebanyakan manusia sudah tidak tahu lagi terhadap syahadat yang pernah diikrarkannya sebelum dilahirkan ke dunia.
Orang yang menerima Dienullah itu tentulah disebabkan adanya orang yang mendakwahinya dan adanya faktor keyakinan terhadap seruan tersebut. Begitu pula sekarang, bagaimana pun kita semua tidak akan dapat ber-dien secara lurus/benar dengan sendirinya tanpa adanya para Waliyullah yang telah menyampaikan Risalah Tauhid hingga sampai kepada kita. Orang yang menerima Dienullah di dalamnya dijelaskan mengenai ajaran Tauhid, misalnya:

"Maka ketahuilah, bahwa tiada ilah kecuali Allah." (Q.S. Muhammad(47): 19).

Setelah mengetahui Tauhidullah tersebut barulah orang yang yakin segera bersyahadat untuk mengaku dan bersumpah atau bersaksi bahwa Allah saja sebagai ilah dan menolak selain-Nya.
Jika jawaban ini kita simpulkan dapat kita susun ngan kalimat:
"Karena saya meyakini kebenaran Ad-Dien yang sesuai dengan fitrah manusia ketika dakwah tersebut sampai kepada saya setelah dilahirkan ke dunia atau setelah akil baligh; yang di dalamnya menerangkan bahwa Tiada ilah kecuali Allah. Maka saya tidak ragu-ragu untuk menyatakan bahwa tiada ilah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."
Demikianlah keterangan singkat mengenai Allah,yang wajib dipelajari bagi setiap muslim dan muslimat; sebagai keyakinan paling utama dan rukun iman yang pertama. Karena pemahaman dan keyakinan yang kuat terhadap ke-esaan Allah maka seperti Bilal bin Rabah sanggup menerima siksaan dari majikannya,dengan nafas terputus-putus beliau mengucapkan, Ahad….Ahad…Ahad…

Selasa, 28 September 2010

Mengenal Allah Melalui Sifat-Nya dan Ciptaan¬Nya

Selanjutnya untuk mengenal Allah bukanlah dari Dzat-Nya melainkan dari sifat-sifat-Nya dan ciptaan-Nya. Bila kita menerangkan satu persatu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya tentulah akan terlalu banyak sekali, dapat pula dicontohkan dengan beberapa kutipan ayat, antara lain sebagai berikut:
ALLAH adalah: yang Ahad (Maha Esa) (Q.S. al-Ikhlas(112): 1)
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
Ash-Shomad (bergantung kepada-Nya segala sesuatu) (Q.S. al-Ikhlas (112):2)
Allah adalah llah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3.Yang diakui Uluhiyah dan Rububiyah-Nya di langit dan di bumi serta Mengetahui sir dan jahr (Q.S. al-An'aam(6): 3)
Dan dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.
4.Yang berhak disebut ilah yang Maha Esa dan yang berhak disembah (Q.S. Thaahaa(20): 14)
Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada ilah (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirlkanlah shalat untuk mengingat Aku

5.Robb semesta alam(Qs.al-Qashash(28):30

Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, Sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam[1120].
[1120] di tempat dan di saat Itulah Musa a.s. mulai diangkat menjadi rasul.

6. Yang Maha Perkasa dan Bijak sana an-Nahl(16):9

9. Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. dan Jikalau dia menghendaki, tentulah dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).
7. Pencipta segala sesuatu (Qs.al-Mu’min(40):62
Yang demikian itu adalah Allah, Robbmu, Pencipta segala sesuatu, tiada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?

8. Yang Mengrtahui yang ghaib dan yang nyata ( Qs al-Hasr(59):22
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

9. Yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang(Qs al-Hasr(59):22

22. Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

10.Maha raja (Qs.al-Hasr(59):23
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang.Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

11.Yang Maha Suci (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dart apa yang mereka persekutukan.
12.Yang Maha Sejahtera (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
13.Yang Maha Mengaruniai Keamanan (al-Hasyr(59): 23)

Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
14.Yang Maha Memelihara (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
15.Yang Maha Kuasa (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Yang memiliki segala keagungan (al-Hasyr(59): 23)
Dialah Allah yang tiada ilah selain Dia, raja, yang Maha such yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki sepia Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
17.Yang Mengadakan sesuatu (al-Hasyr(59): 24)
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan burnt. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

18.Yang membentuk rupa (al-Hasyr(59): 24)
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

19.Yang Hidup kekal (tidak pernah dan tidak akan mati) (al-Baqarah(2): 225)

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
20.Yang Berdiri sendiri (al-Baqarah(2): 225)
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
21. Yang tidak mengantuk dan tidak tidur (al¬Baqarah(2): 225)

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.

22.Yang menjadikan binatang ternak (al-Mu'min(40): 79)
Allahlah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan.
23.Yang memasukkan malam ke dalam siang dan sebaliknya (Faathir(35): 13)
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan mataharl dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (berbuat) demikian ltulah Allah Rab-mu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyal apa-apa walaupun setipis kulit
24.Yang menciptakan bumi untuk menetap dan langit sebagai atap (al-Mu'min (40) : 64)
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang balk-balk. yang demikian itu adalah Allah Rab-mu, Maha Agung Allah, Rab semesta alarm
25.Yang menjadikan dan memberi cahaya langit dan cahaya bumi (An-Nur(24): 35)
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timer (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)( yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya¬Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan¬perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
26.Yang meninggikan langit tanpa tiang (Ar-Ra’d(13): 2)
Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-rnasing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda¬tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Rab-mu.
27.Pemilik apa saja yang ada di langit dan bumi (Ibrahim(14): 2)
Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir Karena siksaan yang sangat pedih,
28.Yang Menundukkan matahari dan bulan (Faathir(35): 13)
Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam ma'am dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang (bertuat) demikian Itulah Allah Rab-mu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.
29.Yang Menundukkan lautan untuk manusia (al¬Jaatsiyah(45): 12)
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencad karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur.
30.Yang Mengatur dan mengirimkan angin (Ar¬Rum(30): 48)
Allah, dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah¬celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.
31.Yang menurunkan hujan (Ibrahim(14): 32)
Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dart langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
32.Yang Melapangkan rizqi dan mnyempitkanny (Ar-Ra'd(13): 26)

Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).
33.Yang menurunkan kitab dan neraca keadila (Asy-Syuura(42):17)
Allah-lah yang menurunkan Kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hart kiamat itu (sudah) dekat?
34.Yang Menetapkan hukum (Asy-Syuura(42): 10)

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) ltulah Allah Rab-ku. kepada-Nya fah Aku bertawakkal dan kepada-Nyalah Aku kembali.
35. Rab bagimu dan manusia sebelum kamu (ash¬Shaaffaat(37): 126)
(yaitu) Allah Rabb-mu dan Rabb bapak-bapakmu yang terdahulu?"
36.Yang menciptakan manusia sejak mulanya, dalam keadaan lemah lalu dikuatkan dan dalam keadaan kuat lalu menjadi lemah, kemudian dikembalikan kepada-Nya (Ar-Rum(30): 11, 54)

Allah menciptakan (manusia) dari permulaan, Kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali; Kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan (11).
Allah, dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, Kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, Kemudian
dia menjadikan (kamu) sesudah Kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (54).
37.Yang menjadikan malam agar manusia dapat beristirahat padanya dan siang terang benderang (al-Mu'min(40) : 61)
Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu berstirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
38.Wali manusia (as-Sajdah(32): 4)
Allah fah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dad padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
39.Yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu/tanpa batas (Ath-Thalaaq(65): 12)

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berfaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar¬benar meliputi segala sesuatu.
40.Yang memiliki Asmaul-Husna, yaitu nama-nama yang tebaik bagi Allah; atau selain dari apa-apa yang telah disebutkan di atas (al-Hasyr(59): 24)
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Demikianlah keterangan mengenai siapa Allah itu .

Senin, 27 September 2010

Ma’rifatullah(ALLAH

Kalau seseorang ditanya mengenai: "Apa atau siapa Muhammad itu?" Jawaban yang benar dan dapat dimengerti adalah, bahwa Muhammad itu seorang manusia, ia sebagai Rasul Allah dan penutup para nabi. Tetapi jika yang ditanyakan itu mengenai: "Apa atau siapa Allah itu?"
Pertanyaan tersebut tidak setiap muslim dapat memberikan keterangan secara benar dan yang dapat difahami, meskipun orang yang mengaku muslim sangat sering mengucapkan kata-kata Allahgt , dan bersumpah dengan ucapan "Aku bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah". Namun sejauh mana pemahamannya tentang ucapan syahadat tersebut, maka masih perlu dipertanyakan kembali bahwa:
1. Siapa Allah itu?
2. Sejak kapan Anda mengenai Allah?
3. Bagaimana perkenalan Anda dengan Allah?
4. Bagaimana cara menyaksikan Allah dan siapa saksinya?
5. Mengapa Anda hanya mengakui Allah saja sebagai ilah?
A. SIAPA ALLAH ITU?
A.1Mengenai Kadar Allah yang Semestinya
Untuk mengetahui cara ber-marrifat kepada Allah harus bersumber dari Allah sendiri, sebab mahluk tidak akan sanggup mengetahui Allah kecuali Dia sendiri yang memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Orang yang memperkirakan Allah dengan persangkaannya saja tidak akan mengenal Allah dengan kadar yang semestinya.
Dalam al-Qur'an Surat Al-Hajj (22): 74, Allah berfirman:
"Mereka tidak meng-kadarkan Allah dengan sebenar-benamya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Q.S. Al-Hal (22): 74)
Mengkadar-kan dapat berarti menentukan, menetapkan, mendefinisikan, mengenal dan mengetahui. Di dalam masalah kadar Allah ini Nabi Muhammad shallah alaihi wasasam sendiri tidak berani memperkirakan sebelum Allah subhanallah wata’ala sendiri yang menjelaskan dengan wahyu-Nya.
Suatu ketika Nabi Muhammad shalallah alaihi wasalam pernah didatangi orang-orang kafir Quraisy; dengan rasa angkuh mereka mendefinisikan Latta, 'Uzza, dan Manat secara gamblang sambil mengejek Nabi Muhammad’ yang tidak dapat mendefinisikan Allah. Pada saat itu turunlah wahyu Allah sebagai jawabannya:


katakanlah (hai Muhammad): "Dia-lah Allah, yang Ahad (Maha Esa), Allah adalah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.' (Q. S. Al-lkhlash (112): 1-4)

Dikatakan bahwa Allah adalah yang Ahad karena Dia tidak berserikat atau tidak bersekutu. Ash-Shamad yaitu berdiri sendiri tanpa membutuhkan sesuatu pun dari makhluk ciptaan-Nya sedangkan seluruh makhluk bergantung penuh kepada-Nya. Allah tidak beranak seperti makhluk dan tidak pula diperanakkan oleh sesuatu. Allaha bukan dikeluarkan oleh sesuatu, tidak membagi sifat Ilahiyah kepada makhluk dan tidak bersifat Ilahiyah karena keluar dari sesuatu. Dia tidak berunsur dan tidak pula terdiri dari gabungan Ilahiyah, bukan seperti keyakinan Trinitas pada ajaran Nasrani dan tidak sebagaimana kepercayaan terhadap Brahma¬Wisnu-Syiwa. Setiap yang maujud ini karena ada¬Nya Allah. Dia tidak dapat didefinisikan seperti tumpukan batu berhala, tidak berunsur benda padat, cair, atau gas, tidak berbentuk dan tidak berwarna, tidak serupa dengan ruh dan makhluk halus, tidak dapat diumpamakan dengan sesuatu atau tiada apa dan siapa pun yang serupa. dengan Allah; Demikian itulah Allah, dan Maha Suci Allah dari apa yang mereka perserikatan dengan-Nya.
A.2. Dalil-dalil Mengenal Allah*
Untuk dapat mengenal Allah lebih lanjut banyak ayat-ayat diturunkan untuk menjelaskan-Nya, misalnya dapat dikutip dan susunan kalimat seperti:
• Allah adalah (Q.S Thaahaa(20): 8)
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
• Dialah Allah (Q.S. al-Hasyr(59): 22)
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
• Dan Dialah Allah (Qs al-An’am(6):(3)
Dan dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.
• Sesungguhnya Aku adalah Allah (Qs. Al-Qashash (28):(30)

30. Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, Sesungguhnya Aku adalah Allah, Robb semesta alam

• Sesungguhnya aku inilah Allah (Qs Thaahaa):(20).14)

Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

• Sesungguhnya Akulah Allah itu (Qs. an-Naml(27):9)

(Allah berfirman): "Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

• Yang demikian itu adalah Allah (Qs.al-Mu’min(40):62)

Yang demikian itu adalah Allah, Robbmu, Pencipta segala sesuatu, tiada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?
Dari keterangan diatas di tambah lagi mengenai Asmaul-Husna Ayat kursi dan sebagainya seperti kalimat yang tersusun di bawah ini
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Qs.al-Hasr (59):22’23’24)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

sekapur sirih

Sebagai umat Islam kita harus yakin dan sebagai dan sebagai orang yang beriman harus konsisten dengan apa yang diimani
sehingga Insya Allah akan diberikan tempat yang aman dan damai sebagaimana yang disinyalir Rasulullah "Sesungguhnya iman (orang-orang yang beriman) benar benar akan berkumpul di Madinah sebagaimana ular berkumpul di sarangnya
(H.R Bukhari dan Muslim). Selain itu pula sahabat Abu Bakar menyatakan:"Tidak akan baik umat yang terbelakang melainkan hanya dengan sifat, cara kaifiat, yang pernah melaksanakan dulu untuk membangunnya pertama kali."
Dakwah terhadap umat memiliki spektrum yang sangat luas, namun semua itu tidak bernilai tanpa :bermuara pada Aqidah Tauhid. Yang pokok dalam masalah al-Islam adalah Ushuiuddin (pokok-pokok Dienul Islam). Dalam mempelajari ilmu Ushuluddin intinya yaitu Aqidah, sedangkan inti dari Aqidah adalah Tauhidullah, saripati Tauhidullah adalah
La ilaha il lallah) yang artinya tiada ilah kecuali Allah
,dan intisari kalimat La ilaha il-lallah adalah Allah
Risalah Tauhid ini dimaksudkan untuk menyampaikan amanat ilahi kepada umat dalam upaya menyatukan aqidah yang sudah menyimpang agar kembali kepada Aqidah Tauhidullah sebagai satu satunya aqidah yang haq (benar) karena setiap rasul
diutus untuk membawa Risalah Tauhid yang wajib disampaikan kepada umatnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah,, "Sesungguhnya kebenaran itu membimbing kepada kebaikan. maka sesungguhnya pula kebaikan itu membimbing (mengantar) ke jannah (surga)." Bahwa mencari kebenaran itu mutlak dan wajib, karena kebenaran itu akan mengantarkan ke pintu kebaikan dan kebaikan akan mengantar kepada kebahagiaan (jannah). Jangan berharap suatu pekerjaan akan bernilai baik serta bernilai jannah apabila tidak sumber dari yang benar terutama soal aqidah.
Menyangkut masalah aqidah, yang akan mengarahkan seluruh potensi yang dimihki setiap muslim dan meluruskan pandangan, metode, serta sikap hidupnya maka hal ini sangat penting sekali untuk mempelajari dan mengamalkan sesuai dengan aqidah yang benar sehingga hasil perbuatan yang kita lakukan tidak sia-sia. Jika dahulu umat Islam jumlahnya sedikit tetapi dapat mengalahkan yang berjumlah banyak, dan sekarang ini secara kuantitas jumlah umat Islam banyak tetapi malah terpinggirkan dan terpuruk di berbagai bidang kehidupan. Hal ini semua adalah menyangkut persoalan aqidah yang yang perlu diluruskan sesuai dengan al-Qur'an dan hal-hal yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah(as¬Sunnah). Sebab sampai saat ini kebanyakan umat Islam dalam persoalan aqidah hanya berpegang teguh kepada prasangka atau menduga-duga serta adat istiadat lingkungan yang membimbingnya.
Kalau kita perhatikan Allah mengutus Rasul¬Nya yang, selama 13tahuh lamanya berdakwah di Mekkah yang paling diutamakan adalah penanaman dan pengamalan Aqidah Tauhidullah yang kuat dan kokoh dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya. Sehingga dapat membentuk mental dan jiwa Bilal bin Rabbah , AmarbinYasir dan keluargannya serta para sahabat lainnya yang rela mendapat siksaan yang berat karena mempertahankan aqidahnya.
Nilai aqidah bagi setiap muslim adalah sangat penting dan sakral bahkan nilai ibadah apa pun juga akan nihil (nol) bila tidak bersumber dari aqidah yang benar. Dan sudah saatnya umat Islam sekarang ini meluruskan aqidahnya kepada aqidah yang benar sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah perlu untuk menghasilkan generasi seperti umat terdahulu.
catan ini menjelaskan tentang Aqidah Tauhidullah dengan jelas dan gamblang untuk meluruskan arah atau pandangan hidup, pola hidup, serta sikap hidup yang mesti dimiliki oleh seseorang yang mengaku dirinya sebagai muslim. Buku ini membahas; pertama mengenai Uluhiyah; kedua mengenai Rububiyah; dan ketiga mengenai Mulkiyah yang sangat jarang sekali dibahas.
catatan ini adalah sebagai bahan dialog dalam rangka membina aqidah bagi diri, keluarga, dan masyarakat muslim agar mencapai hidup fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah.
Sebagai suatu wacana keilmuan tentunya dalam buku ini banyak kekurangannya, sehingga memungkinkan terciptanya ruang perdebatan atau perbedaan penafsiran. Kami berharap tidak menanggapi buku ini secara emosional sehingga kita tidak dapat mencapai suatu kebenaran sebagaimana til man Allah k. dalam surah Yunus ayat 35-36.
"Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran[690]. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Sebab itu kami mengharapkan masukan, kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan catan ini.
Akhir kalam kami ucapkan banyak terima kasih dan tujuan kami hanyalah mencari keridhaan Allah.
Semoga Allah tetap memberikan karunia dan pertolongan-Nya kepada setiap insan yang rela mengorbankan segala-galanya dalam rangka tegaknya Dien al-Islam secara murni dan konsekuen, Amiin.

Jumat, 24 September 2010

Fatwa Imam Syafi’i tentang Kenduri Arwah, Tahlilan, Yasinan dan Selamatan



Oleh : Ustadz Rasul Dahri
Majelis kenduri arwah lebih dikenali dengan berkumpul beramai-ramai dengan hidangan jamuan (makanan) di rumah si Mati. Kebiasaannya diadakan sama ada pada hari kematian, dihari kedua, ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, setahun dan lebih dari itu bagi mereka yang fanatik kepada kepercayaan ini atau kepada si Mati. Malangnya mereka yang mengerjakan perbuatan ini tidak menyedari bahawa terdapat banyak fatwa-fatwa dari Imam Syafi'ie rahimahullah dan para ulama besar dari kalangan yang bermazhab Syafi'ie telah mengharamkan dan membid’ahkan perbuatan atau amalan yang menjadi tajuk perbincangan dalam tulisan ini.
Di dalam kitab ( اعان ة الط البین ) juz 2. hlm. 146, tercatat pengharaman Imam Syafie rahimahullah tentang perkara yang disebutkan di atas sebagaimana ketegasan beliau dalam fatwanya:
وَیَكْرَهُ اتِّخَاذُ الطَّعَامِ فِى الْیَوْمِ اْلاَوَّلِ وَالثَّالِث وَبَعْدَ اْلاُسْبُوْعِ وَنَقْلُ الطَّعَامِ اِلَى الْقُبُوْرِ
“Dan dilarang (ditegah/makruh) menyediakan makanan pada hari pertama kematian, hari ketiga dan seterusnnya sesudah seminggu. Dilarang juga membawa makanan ke kuburan”.
Imam Syafi'ie dan jumhur ulama-ulama besar ( ائم ة العلم اء الش افع یة ) yang berpegang
kepada mazhab Syafi'ie, dengan berlandaskan kepada hadis-hadis sahih, mereka memfatwakan bahawa yang sewajarnya menyediakan makanan untuk keluarga si Mati adalah jiran, kerabat si Mati atau orang yang datang menziarahi mayat, bukan keluarga (ahli si Mati) sebagaimana fatwa Imam Syafii'e:
وَاُحِبُّ لِجِیْرَانِ الْمَیِّتِ اَوْذِيْ قَرَابَتِھِ اَنْ یَعْمَلُوْا لاَھْلِ الْمَیِّتِ فِىْ یَوْمِ یَمُوْتُ وَلَیْلَتِھِ طَعَامًا مَا
یُشْبِعُھُمْ وَاِنَّ ذَلِكَ سُنَّةٌ.
“Aku suka kalau jiran si Mati atau saudara mara si Mati menyediakan makanan untuk keluarga si Mati pada hari kematian dan malamnya sehingga mengenyangkan mereka. Sesungguhnya itulah amalan yang sunnah”.
Fatwa Imam Syafie di atas ini adalah berdasarkan hadis sahih:
قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ جَعْفَرَ : لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرِ حِیْنَ قُتِلَ قَ الَ النَّبِ ي صَ لَّى اللهُ عَلَیْ ھِ وَسَ لَّمَ :
اِصْنَعُوْا لآلِ جَعْفَرِ طَعَامًا فَقَدْ اَتَاھُمْ مَایُشْغِلُھُمْ . (حسنھ الترمزى وصححھ الحاكم)
“Abdullah bin Ja’far berkata: Ketika tersebar tentang berita terbunuhnya Ja’far, Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam bersabda: Hendaklah kamu menyediakan makanan untuk keluarga Ja’far, mereka telah ditimpa keadaan yang menyebukkan (kesusahan)”. [1]
Menurut fatwa Imam Syafie, adalah haram mengadakan kenduri arwah dengan menikmati hidangan di rumah si Mati, terutama jika si Mati termasuk keluarga yang miskin, menanggung beban hutang, meninggalkan anak-anak yatim yang masih kecil dan waris si
Mati mempunyai tanggungan perbelanjaan yang besar dan ramai. Tentunya tidak dipertikaikan bahawa makan harta anak-anak yatim hukumnya haram. Telah dinyatakan
juga di dalam kitab ( اعانة الطالبین ) jld. 2. hlm. 146:
وَقَالَ اَیْضًأ : وَیَكْ رَهُ الضِّ یَافَةُ مِ نَ الطَّعَ امِ مِ نْ اَھْ لِ الْمَیِّ تِ لاَنَّ ھُ شَ رَعَ فِ ى السُّ رُوْرِ وَھِ يَ
بِدْعَةٌ
“Imam Syafie berkata lagi: Dibenci bertetamu dengan persiapan makanan yang disediakan oleh ahli si Mati kerana ia adalah sesuatu yang keji dan ia adalah bid’ah”.
Seterusnya di dalam kitab ( اعان ة الط البین ) juz. 2. hlm. 146 – 147, Imam Syafie rahimahullah berfatwa lagi:
وِمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الْمَكْرُوْهِ فَعْلُھُ مَا یَفْعَلُ النَّاسُ مِنَ الْوَحْشَةِ وَالْجَمْعِ وَاْلاَرْبِعِیْنَ بَ لْ كَ لُّ
ذَلِكَ حَرَامٌ
1 H/R Asy-Syafie (I/317), Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad I/205. Dihasankan oleh at-Turmizi dan di sahihkan oleh al-Hakim.
“Dan antara bid’ah yang mungkar ialah kebiasaan orang yang melahirkan rasa kesedihannya sambil berkumpul beramai-ramai melalui upacara (kenduri arwah) dihari keempat puluh (empat pulu harinya) pada hal semuanya ini adalah haram”.
Ini bermakna mengadakan kenduri arwah (termasuk tahlilan dan yasinan beramairamai) dihari pertama kematian, dihari ketiga, dihari ketujuh, dihari keempat puluh, dihari keseratus, setelah setahun kematian dan dihari-hari seterusnya sebagaimana yang diamalkan oleh masyarakat Islam sekarang adalah perbuatan haram dan bid’ah menurut fatwa Imam Syafie. Oleh itu, mereka yang mendakwa bermazhab Syafie sewajarnya menghentikan perbuatan yang haram dan bid’ah ini sebagai mematuhi wasiat imam yang agung ini.
Seterusnya terdapat dalam kitab yang sama a ( اعانة الط البین ) juz 2. hlm. 145-146, Mufti
yang bermazhab Syafie al-Allamah Ahmad Zaini bin Dahlan rahimahullah menukil fatwa
Imam Syafie yang menghukum bid’ah dan mengharamkan kenduri arwah:
وَلاَ شَكَّ اَنَّ مَنْعَ النَّاسِ مِنْ ھَذِهِ الْبِدْعَةِ الْمُنْكَ رَةِ فِیْ ھِ اِحْیَ اءٌ لِلسُّ نَّة وَاِمَاتَ ةٌ لِلْبِدْعَ ةِ وَفَ تْحٌ
لِكَثِیْرٍ مِنْ اَبْوَابِ الْخَیْرِ وَغَلْقٌ لِكَثِیْرٍ مِنْ اَبْ وَابِ الشَّ رِّ ، فَ اِنَّ النَّ اسَ یَتَكَلَّفُ وْن تَكَلُّفً ا كَثِیْ رًا
یُؤَدِّيْ اِلَى اَنْ یَكُوْنَ ذَلِكَ الصُّنْعُ مُحَرَّمًا .
“Dan tidak boleh diragukan lagi bahawa melarang (mencegah) manusia dari perbuatan bid’ah yang mungkar demi untuk menghidupkan sunnah dan mematikan (menghapuskan) bid’ah, membuka banyak pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu pintu keburukan dan (kalau dibiarkan bid’ah berterusan) orang-orang (awam) akan
terdedah (kepada kejahatan) sehingga memaksa diri mereka melakukan perkara yang haram”.
Kenduri arwah atau lebih dikenali dewasa ini sebagai majlis tahlilan, selamatan atau yasinan, ia dilakukan juga di perkuburan terutama dihari khaul ( خ ول ). Amalan ini termasuk perbuatan yang amat dibenci, ditegah, diharamkan dan dibid’ahkan oleh Imam Syafie rahimahullah sebagaimana yang telah ditegaskan oleh beliau:
مَا یَفْعَلُھُ النَّاسُ مِنَ اْلاِجْتَمَاعِ عِنْدَ اَھْلِ الْمَیِّتِ وَصُنْعِ الطَّعَامِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ
“Apa yang diamalkan oleh manusia dengan berkumpul dirumah keluarga si mati dan menyediakan makanan adalah termasuk perbuatan bid’ah yang mungkar”.[2]
Di dalam kitab fikh ( حاش یة القلی وبي ) juz. 1 hlm. 353 atau di kitab ( – قلی وبى – عمی رة
حاش یتان ) juz. 1 hlm. 414 dapat dinukil ketegasan Imam ar-Ramli rahimahullah yang mana beliau berkata:
2 Lihat: اعانة الطالبین juz 2 hlm. 145.
قَالَ شَیْخُنَا الرَّمْلِى : وَمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الْمَكْرُوْهِ فِعْلُھَا كَمَا فِى الرَّوْضَةِ مَا یَفْعَلُھُ النَّاسُ
مِمَّا یُسَمَّى الْكِفَارَةَ وَمِنْ صُنْعِ طَعَامِ للاِجْتَمَاعِ عَلَیْھِ قَبْلَ الْمَوْتِ اَوْبَعِ دَهُ وَمِ ن ال ذَّبْحِ عَلَ ى
الْقُبُوْرِ ، بَلْ كُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ اِنْ كَانَ مِ نْ مَ الٍ مَحْجُ وْرٍ وَلَ وْ مِ نَ التَّركَ ةِ ، اَوْ مِ نْ مَ الِ مَیِّ تٍ
عَلَیْھِ دَیْنٌ وَتَرَتَّبَ عَلَیْھِ ضَرَرٌ اَوْ نَحْوُ ذَلِكَ.
“Telah berkata Syeikh kita ar-Ramli: Antara perbuatan bid’ah yang mungkar jika dikerjakan ialah sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab “Ar-Raudah” iaitu mengerjakan amalan yang disebut “kaffarah” secara menghidangkan makanan agar dapat berkumpul di rumah si Mati sama sebelum atau sesudah kematian, termasuklah (bid’ah yang mungkar) penyembelihan untuk si Mati, malah yang demikian itu semuanya haram terutama jika sekiranya dari harta yang masih dipersengketakan walau sudah ditinggalkan oleh si Mati atau harta yang masih dalam hutang (belum dilunas) atau seumpamanya”.
Di dalam kitab ( الفقھ على المذاھب الاربعة ) jld.1 hlm. 539, ada dijelaskan bahawa:
وَمِنَ الْبِدَعِ الْمَكْرُوْھَ ةِ مَ ا یَفْعَ لُ الآن مِ نْ ذَبْ حِ ال ذَّبَائِحَ عِنْ دَ خُ رُوْجِ الْمَیِّ ت اَوْ عِنْ دَ الْقَبْ رِ
وَاِعْدَادِ الطَّعَامِ مِمَّنْ یَجْتَمِعُ لِتَّعْزِیَةِ .
“Termasuk bid’ah yang dibenci ialah apa yang menjadi amalan orang sekarang, iaitu menyembelih beberapa sembelihan ketika si Mati telah keluar dari rumah (telah dikebumikan). Ada yang melakukan sehingga kekuburan atau menyediakan makanan kepada sesiapa yang datang berkumpul untuk takziyah”.
Kenduri arwah pada hakikatnya lebih merupakan tradisi dan kepercayaan untuk mengirim pahala bacaan fatihah atau menghadiahkan pahala melalui pembacaan al-Quran terutamanya surah yasin, zikir dan berdoa beramai-ramai yang ditujukan kepada arwah si
Mati. Mungkin persoalan ini dianggap isu yang remeh, perkara furu’, masalah cabang atau
ranting oleh sebahagian masyarakat awam dan dilebih-lebihkan oleh kalangan mubtadi’ مبت دع ) ) “pembuat atau aktivis bid’ah” sehingga amalan ini tidak mahu dipersoalkam oleh
pengamalnya tentang haram dan tegahannya dari Imam Syafie rahimahullah dan para ulama yang bermazhab Syafie.
Pada hakikatnya, amalan mengirim atau menghadiahkan pahala bacaan seperti yang dinyatakan di atas adalah persoalan besar yang melibatkan akidah dan ibadah. Wajib diketahui oleh setiap orang yang beriman bahawa masalah akidah dan ibadah tidak boleh
dilakukan secara suka-suka (tanpa ada hujjah atau dalil dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya), tidak boleh berpandukan pada anggapan yang disangka baik lantaran ramainya
masyarakat yang melakukannya, kerana Allah Subhanahu wa-Ta’ala telah memberi amaran
yang tegas kepada mereka yang suka bertaqlid (meniru) perbuatan orang ramai yang tidak
ada dalil atau suruhannya dari syara sebagaimana firmanNya:
وَاِنْ تُطِ ع اَكْثَ رَ مَ ن فِ ى اْلاَرْضِ یُضِ لُّوْكَ عَ ن سَ بِیْلِ اللهِ اِنْ یَّتَّبِعُ وْن اِلاَّ الظَّ نَّ وَاِنْ ھُ مْ اِلاَّ
یَخْرُصُوْنَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan (majoriti) orang-orang yang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkan diri kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. (QS. Al-An’am, 6:116)
Begitu juga sesuatu amalan yang disangkakan ibadah sama ada yang dianggap wajib atau sunnah, maka ia tidak boleh ditentukan oleh akal atau hawa nafsu, antara amalan tersebut
ialah amalan kenduri arwah (tahlilan atau yasinan) maka lantaran ramainya orang yang mengamalkan dan adanya unsur-unsur agama dalam amalan tersebut seperti bacaan al- Quran, zikir, doa dan sebagainya, maka kerananya dengan mudah diangkat dan dikategorikan sebagai ibadah. Sedangkan kita hanya dihalalkan mengikut dan mengamalkan apa yang benar-benar telah disyariatkan oleh al-Quran dan as-Sunnah jika ia dianggap sebagai ibadah sebagaimana firman Allah Azza wa-Jalla:
ثُمَّ جَعَلْنَ اك عَلَ ى شَ رِیْعَةٍ مِ نَ اْلاَمْ رِ فَاتَّبِعْھَ ا وَلاَ تَتَّبِ عْ اَھْ وَاء الَّ ذِیْنَ لاَ یَعْلَمُ وْنَ . اَنَّھُ مْ لَ نْ
یُّغْنُوْا عَنْكَ مِنَ اللهِ شَیْئًا
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan yang wajib ditaati) dalam urusan (agamamu) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (orang jahil). Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak diri kamu sedikitpun dari siksaan Allah”. (QS. Al-Jatsiyah, 45:18-19)
Setiap amalan yang dianggap ibadah jika hanya berpandukan kepada andaian mengikut perkiraan akal fikiran, perasaan, keinginan hawa nafsu atau ramainya orang yang melakukan tanpa dirujuk terlebih dahulu kepada al-Quran, as-Sunnah dan athar yang sahih untuk dinilai sama ada haram atau halal, sunnah atau bid’ah, maka perbuatan tersebutadalah suatu kesalahan (haram dan bid’ah) menurut syara sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat di atas dan difatwakan oleh Imam Syafie rahimahullah. Memandangkan polemik dan persoalan kenduri arwah kerapkali ditimbulkan dan ditanyakan kepada penulis, maka ia perlu ditangani dan diselesaikan secara syarii (menurut hukum dari al-Quran dan as-Sunnah) serta fatwa para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah dari kalangan Salaf as-Soleh yang muktabar.
Dalam membincangkan isu ini pula, maka penulis tumpukan kepada kalangan para ulama
dari mazhab Syafie kerana ramai mereka yang bermazhab Syafie menyangka bahawa amalan kenduri arwah, tahlilan, yasinan atau amalan mengirim pahala adalah diajarkan oleh Imam Syafie dan para ulama yang berpegang dengan mazhab Syafie.
Insya-Allah, mudah-mudahan tulisan ini bukan sahaja dapat menjawab pertanyaan bagi mereka yang bertanya, malah akan sampai kepada mereka yang mempersoalkan isu ini, termasuklah mereka yang masih tersalah anggap tentang hukum sebenar kenduri arwah (tahlilan atau yasinan) menurut Ahli Sunnah wal-Jamaah.
sumber: wahonot.wordpress.com


At-Thoriq Ila Makrifatillah

Apabila kita ingin mencapai sesuatu sasaran, pastinya kita mesti tahu apakah dan bagaimanakah jalan yang akan menyampaikan kita kepada sasaran itu. Begitu juga dengan sasaran untuk mengenal Allah bukan sebarangan cara boleh digunakan kerana jalan yang tidak betul akan membawa kepada pengenalan yang salah. Jalan menuju kepada makrifatullah adalah menerusi ayat-ayat yang terang dan jelas sebagai satu penyataan dari Allah (ayat qauliah). Ayat ini adalah penyataan-penyataan pengenalan yang difirmankan oleh Allah sendiri di dalam al-Quran. Selain itu, ada juga ayat-ayat kauniah yang menjadi bahan berfikir manusia terhadap kejadian alam yang begitu unik ini. Dari dua jalan ini Islam mengajak manusia menggunakan akal dan juga naql untuk menuju makrifatullah . Kedua-dua metod ini akan melahirkan keyakinan, langsung mencetuskan pembenaran (tasdiq) dalam hati kecil manusia yang akhirnya membuahkan keimanan yang mantap terhadap Allah s.w.t.

Selain metod ini, ada juga manusia yang menggunakan metod duga-dugaan dan hawa nafsu untuk mengenal Allah. Paling pasti adalah mereka tidak akan bertemu sasarannya yang sebenar malah dia boleh dipermainkan oleh syaitan seperti yang berlaku kepada penganut hindu, budha dan lain-lain lagi yang menggambarkan tuhan itu mengikut apa yang mereka khayalkan. Metod ini akan berakhir dengan kekufuran.

Hasyiah

1.Jalan menuju pengenalan terhadap Allah s.w.t .

Syarah

Allah s.w.t tidak menampilkan kewujudan Zatnya Yang Maha Hebat di hadapan makhluk-makhluknya secara langsung dan dapat dilihat seperti kita melihat sesama makhluk bahkan selagi kita boleh nampak dengan mata kepala kita, maka itu bukanlah tuhan . Allah juga menganjur kepada manusia menerusi Nabi s.a.w supaya berfikirlah pada makhluk-makhluk Allah tetapi jangan sekali anda berfikir tentang zat Allah. Makhluk-makhluk yang menjadi tanda kebesaran dan keagungan Allah inilah yang disarankan di dalam banyak ayat al-Quran agar menjadi bahan berfikir tentang kebesaran Allah.

2.Ayat Qauliah

Syarah

Ayat-ayat qauliah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah s.w.t di dalam al-Quran. Ayat-ayat ini boleh menyentuh pelbagai aspek termasuklah jalan-jalan kepada makrifatullah.

Dalil

95:1-5 : Allah mengajak kita berfikir tentang kejadian makhluknya termasuk buah-buahan, bukit-bukau bahkan diri manusia itu sendiri sehingga akhirnya manusia dapat menyimpulkan satu keyakinan bahawa penciptanya adalah Allah.

3.Ayat Kauniah

Syarah

Ayat Kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling kita yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh kerana alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan nya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya.

Dalil

41:53: Allah menjelaskan bahawa Dia akan tunjukkan ayat-ayat kauniah-Nya diufuq dan juga pada diri manusia sendiri sehingga menjadi terang dan jelas akan kekuasaan Allah.

3:190: Pada kejadian langit dan bumi serta pertukaran siang dan malam juga adalah ayat kauniah kepada kekuasaan Allah bagi sesiapa yang berakal.

4.Metod Islam dengan naqli dan akal

Syarah

Islam menghargai nilai akal yang dimiliki manusia kerana dengan sarana akal ini manusia mampu berfikir dan memilih antara yang benar atau salah. Walau bagaimanapun, dengan akal semata-mata tanpa panduan dari Pencipta akal pencapai pemikiran cukup terbatas. Apa lagi jika dicampurkan dengan anasir hawa nafsu dan zhan. Gabungan antara kemampuan akal dan panduan dari Penciptanya akan menghasilkan pengenalan yang tepat dan mantap terhadap Allah s.w.t. Menjadi satu kesalahan apabila manusia tidak menggunakan akalnya untuk berfikir.

Dalil

10:100-101: Tiadalah seseorang itu beriman melainkan dengan izin Allah. Dia menjadikan siksaan atas orang-orang yang tidak berfikir. KatakanlahPerhatikanlah apa-apa yang dilangit dan dibumi. Tetapi tidak bermanafaat keterangan dan peringatan bagi kaum yang tidak beriman.

65:10 Ancaman Allah dengan siksaan bagi mereka yang berakal tapi tidak berfikir

67:10 Penyesalan yang pasti bagi mereka yang tidak berfikir

6.Tasdiq (membenarkan)

Syarah

Hasil dari berfikir dan meneliti secara terus menurut pedoman-pedoman yang sewajarnya, akan mencetuskan rasa kebenaran, kehebatan dan keagungan Allah . Boleh jadi ia berbetulan dengan firman Allah 53:11( Tiadalah hatinya mendustakan (mengingkari) apa-apa yang dilihatnya). Hati mula membenarkan dan akur kepada kebijaksanaan Tuhan.

Dalil

3:191: Orang-orang yang mengingati Allah setiap ketika akan terungkap pada lisannya ucapan Maha Suci Engkau ya Allah.

50:37: Yang demikian itu menjadi peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau mendengarkan sedang hatinya hadir.

7.Menghasilkan iman

Syarah

Metod pengenalan kepada Allah yang dibawa oleh Islam ini cukup efektif secara berurutan sehingga akhirnya menghasilkan keimanan sejati kepada Allah azzawajalla.

8.Metod selain Islam

Syarah

Pemikiran berkenaan theologi dan ketuhanan banyak juga di bawa oleh pemikir-pemikir dari serata dunia tetapi tidak berlandaskan kepada metod yang sebenar. Kebanyakannya berlandaskan duga-dugaan, sangka-sangkaan dan hawa nafsu. Pastinya metod cacamerba ini tidak akan sampai kepada natijah yang sebenar kerana bayang-bayang khayalan tetap menghantui pemikiran mereka. Ada tuhan angin, tuhan api, tuhan air yang berasingan dengan rupa-rupa yang berbeza seperti yang digambarkan oleh Hindu, Budha dan seumpamanya.

9.Dugaan dan hawa nafsu

Syarah

Dua unsur utama dalam metod mengenal Tuhan yang tidak berlandaskan disiplin yang sebenar adalah sangka-sangkaan dan juga hawa nafsu. Campurtangan dua unsur ini sangat tidak mungkin untuk mencapai natijah yang tepat dan sahih.

Dalil

2:55 : Kaum Nabi Musa mengambil anak lembu sebagai tuhan dan cabar untuk tidak beriman dengan Musa kecuali setelah melihat Allah secara terang, lalu mereka disambar oleh halilintar.

10:36: Kebanyakan mereka tidak mengikut kecuali duga-dugaan semata-mata. Sesungguhnya dugaan itu tidak cukup untuk mendapat kebenaran sedikitpun.

6:115 : Telah tamatlah kalimah Tuhanmu dengan kebenaran dan keadilan.

10.Ragu-ragu

Syarah

Apabila jalan yang dilalui tidak jelas dan tidak tepat, maka hasil yang di dapati juga sangat tidak menyakinkan. Mungkin ada hasil yang didapati, tetapi bukan hasil yang sebenarnya. Bagaimanakah kita ingin mengenal Allah tetapi kaedah pengenalan yang kita gunakan tidak menurut neraca dan panduan yang telah ditetapkan oleh Allah. Kadangkala sayyidina umar tersenyum sendirian mengenangkan kebodohannya menyembah patung yang dibuatnya sendiri dari gandum sewaktu jahiliah , apabila terasa lapar dimakannya pujaan itu.

Dalil

22:55: Orang-orang kafir sentiasa dalam keraguan.

24:50: Apakah ada dalam hati mereka penyakit, atau mereka masih ragu-ragu atau takut

11.Berakibat kufur

Semua metod pengenalan yang tidak berasaskan cara yang dianjurkan oleh Islam iaitu menerusi aql dan Naql akan menemui jalan serabut iaitu kekufuran terhadap Allah s.w.t.

Ma'rifatullah,Puncak Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini:

- Al Wudhuh wa al Basathah ( jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dsb.
- Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dan fitrah manusia. Firman Allah : “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah..” (QS. 30:30).
- Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah :”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?“ (QS. 42:21).
- Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan : “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS 2:111).
- Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” (QS. 43:22).

PENGERTIAN MA'RIFATULLAH

Ma'rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.

Menurut Ibn Al Qayyim : Ma'rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.

Ma'rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma'riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.

CIRI-CIRI DALAM MA'RIFATULLAH

Seseorang dianggap ma'rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali:
- asma' (nama) Allah
- sifat Allah dan
- af'al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.

Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :
- sikap shidq (benar) dalam ber -mu'amalah (bekerja) dengan Allah,
- ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
- pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
- sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
- berda'wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
- membersihkan da'wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

Figur teladan dalam ma'rifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi : “Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. HR Al Bukahriy dan Muslim.

Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.

Tingkatan berikutnya, setelah Nabi adalah ulama amilun ( ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. 35:28).

Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, pengajar, mujahid, pelayan masyarkat, dermawan, dst. Tidak ada ruang dan waktu ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu larangan Allah kecuali ia menjauhinya.

Ada sebagian ulama yang mengatakan : “Duduk di sisi orang yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu : dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlash, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu' (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat”.

URGENSI MA'RIFATULLAH

Ma'rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena ma'rifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Ketiadaan ma'rifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). (QS.47:12).

Ma'rifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar.

Sabda Nabi : Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur” (HR.Muslim)

Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.

Dari Ma'rifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.

Dari Ma'rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.

Dari Ma'rifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akherat.

SARANA MA'RIFATULLAH

Sarana yang mengantarkan seseorang pada ma'rifatullah adalah :

1. Akal sehat

Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur'an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah : Katakanlah “ Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS 10:101 atau QS 3: 190-191).

Sabda Nabi : “Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu” HR. Abu Nu'aim

2. Para Rasul

Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang ma'rifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah:

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..” QS. 57:25

3. Asma dan Sifat Allah

Mengenali asma (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi sarana untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah:

“Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma' al husna (nama-nama yang terbaik) (QS. 17:110).

Asma' al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah :

“Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu…” (QS. 7:180).

Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT (ma'rifatullah). Dan ma'rifatullah ini tidak akan realistis sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu : tauhid rububiyyah, tauhid asma dan sifat. Kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma'rifah wa al itsbat (mengenal dan menetapkan) kemudian tauhid yang ketiga yaitu tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilakukan.

wallahu'alam.

Kamis, 23 September 2010

Waspadalah Dari Thoghut

Thoghut adalah setiap yang disembah selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan keta’atan orang yang menta’atinya dalam hal maksiat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rasul agar memerintahkan kaumnya menyembah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata dan menjauhi segala bentuk thoghut. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (semata), dan jauhilah thoghut itu’.” (QS: An-Nahl: 36)
Bentuk thoghut itu amat banyak, tetapi pemimpin mereka ada lima, yaitu:
  1. Setan.
    Thoghut ini selalu menyeru beribadah kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dalil-nya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS: Yaasiin: 60)
  2. Penguasa zhalim yang mengubah hukum-hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
    Seperti peletak undang-undang yang tidak sejalan dengan Islam. Dalilnya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang mengingkari orang-orang musyrik. Mereka membuat peraturan dan undang-undang yang tidak diridhai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh?” (QS: Asy-Syuuraa: 21)
  3. Hakim yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
    Jika ia mempercayai bahwa hukum-hukum yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak sesuai lagi, atau dia membolehkan diberlakukannya hukum yang lain. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maa’idah: 44)
  4. Orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
    Dalam hal ini Allah Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh’.” (Qs: An-Naml: 65)
  5. Seseorang atau sesuatu yang disembah dan diminta pertolongan oleh manusia selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedang ia rela dengan yang demikian.
    Dalilnya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain Alloh’. Maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zhalim.” (QS: Al-Anbiyaa’: 29)
Setiap mukmin wajib mengingkari thaghut sehingga ia menjadi seorang mukmin yang lurus. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 256)
Ayat ini merupakan dalil bahwa ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala sama sekali tidak bermanfa’at, kecuali dengan menjauhi beribadah kepada selain-Nya. Rasululloh ShallAllahu’alaihi wa Sallam menegaskan hal ini dalam sabdanya, yang artinya: “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’, dan mengingkari apa yang disembah selain Alloh, maka haram atas harta dan darahnya”. (HR: Muslim)
(Sumber Rujukan: Al Firqotun Naajiyah, Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Islam adalah peraturan hidup yang sempurna

slam  mengatur berbagai aspek kehidupan manusia baik di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, sosial dan lain-lain. Juga menggariskan metode yang benar dan tepat untuk memecahkan kesulitan dalam bidang-bidang tersebut. Islam berusaha mengatur kehidupan  manusia. Unsur pokok dalam hal ini adalah mengatur waktu. Islam merupakan satu-satunya ajaran yang paling kuat untuk dapat membahagiakan manusia di dunia dan akhirat.
Islam sebelum menjadi syari’at (peraturan Alloh) adalah sebagai kepercayaan atau keyakinan (bahwa Allah adalah sembahan yang hak). Karena Rasul Alloh memusatkan upayanya di Makkah terhadap hal tauhid, baru setelah hijrah ke Madinah, mendirikan negara dan menerapkan/mempraktekkan syari’at Islam.
Islam menganjurkan untuk mencari ilmu pengetahuan dan kemajuan ilmu yang bermanfaat. Pada abad pertengahan muncul tokoh-tokoh ilmu modern dan ilmu agama dari kalangan Islam seperti Al-Haitami, Al-Bairuni dan lain-lain.
Islam menghalkan harta yang diperoleh dengan cara yang halal yaitu yang tidak ada penindasan, penipuan serta mengutamakan harta yang halal itu hendaknya dimiliki oleh orang-orang shaleh, yang mau memberikan hartanya kepada orang kafir dan untuk perjuangan agar terealisir keadilan sosial di kalangan umat Islam.
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “sebaik-baik harta ialah harta yang halal ntuk orang yang shaleh.” (HR: Ahmad).
Ada orang yang mengatakan bahwa tidak mungkin harta itu dicari dengan cara  yang halal saja. Pendapat ini tidak benar dan tidak mempunyai dasar sama sekali. Islam agama perjuangan dan mencari ketenangan hidup. Karenanya ia mewajibkan seorang muslim untuk mengorbankan harta dan jiwa untuk menegakkannya. Ia menghendaki agar manusia hidup tenang dalam naungan Islam dan lebih mementingkan urusan akhirat daripada dunia.
Menghidupkan fikiran Islam yang bebas dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan norma-norma Islam seperti menghilangkan kebekuan berfikir dan membuang sisipan fikiran yang  menodai fikiran Islam yang murni dan menghalangi kemajuan umat Islam seperti masalah-masalah bid’ah, takhayul dan  hadits palsu.

AQIDAH ISLAMIYAH PADA ZAMAN RASUL"

“Dan barangsiapa yg menta’ati Allah dan Rasul
-Nya mereka itu akan bersama-sama dgn orang-
orang yg dianugerahi ni’mat Allah yaitu Nabi
-nabi para shiddiqin orang-orang yg mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yg sebaik-
baiknya”
Pendahuluan Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting utk dipelajarinya. Ilmu yg paling penting adl ilmu yg mengenalkan kita kepada Allah SWT Sang Pencipta. Sehingga orang yg tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yg lbh bodoh daripada orang yg tidak mengenal yg menciptakannya? Allah menciptakan manusia dgn seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dgn makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dgn mengutus para Rasul-Nya . Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 } agar mereka berjalan sesuai dgn kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yg dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yg menerima
disebut mu’min ada pula yg menolaknya disebut kafir serta ada yg ragu
-ragu disebut Munafik yg merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini krn aqidah adl landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak bagian yg harus direhabilitisi adl kepalanya lbh dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga. Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yg mengikat. Pada keyakinan manusia adl suatu keyakinan yg mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syara’ yaitu keimanan kepada Allah Malaikat
-malaikat Kitab-kitab Para Rasul Hari Akherat dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman. Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dgn cara-cara perbuatan . Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat puasa zakat dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yg pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua pertama Ikhlas krn Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yg benar. Kedua Mengerjakan ibadahnya sesuai dgn petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yg memenuhi satu syarat saja umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas krn faktor manusia umpamanya maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yg terkandung dalam Al-
Qur’an surah Al
-Kahfi 110 yg artinya
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yg shaleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Perkembangan Aqidah Pada masa Rasulullah SAW aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri krn masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yg artinya berbunyi
“Kita diberikan keimanan
sebelum Al-
Qur’an”
Nah pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yg mengkafirkan Ali dan Muawiyah krn melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-
Asy’ari
dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yg menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yg menolak takdir dipelopori oleh
Ma’bad Al
-Juhani dan dibantah oleh Ibnu Umar krn terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dgn istilah Tauhid ushuluddin As-Sunnah Al-Fiqhul Akbar Ahlus Sunnah wal Jamaah atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yg berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yg mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya Aqidah Islamiyah yg shahih bisa disebut Tauhid fiqih akbar dan ushuluddin. Sedangkan manhaj dan contohnya adl ahlul hadits ahlul sunnah dan salaf. Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah Penyimpangan pada aqidah yg dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yg tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yg jelas dan penuh dgn keraguan dan menjadi pribadi yg sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya Tidak menguasainya pemahaman aqidah yg benar krn kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yg benar. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yg benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yg keberatan menerima aqidah yg dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yg artinya
“Dan apabila dikatakan kepada mereka “Ikutlah apa yg telah diturunkan Allah” mereka menjawab ” tetapi kami hanya
mengikuti apa yg telah kami dapati dari ne
nek moyang kami.” walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak
mendapat petunjuk.”
Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yg dihormati tanpa melalui seleksi yg tepat sesuai dgn argumen Al-
Qur’an dan Sunnah. Sehingga
apabila tokoh panutannya sesat maka ia ikut tersesat. Berlebihan dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yg sudah meninggal dunia sehingga menempatkan mereka setara dgn Tuhan atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu krn menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dgn Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta bernadzar dan berbagai ibadah yg seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yg artinya
“Dan jangan pula sekali
-kali kamu meninggalkan penyembahan} Wadd
dan jangan pula Suwa’ Yaghuts Ya’uq dan Nasr.”
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yg materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yg telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka. Pendidikan di dalam rumah tangga banyak yg tidak berdasar ajaran Islam sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yg artinya
“Setiap anak
terlahirkan berdasarkan fithrahnya maka kedua orang tuanya yg
meyahudikannya menashranikannya atau memajusikannya”
. Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yg menyimpang lingkungannya dan lain sebagainya. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yg cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan apa yg bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama itupun dgn informasi yg kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran. Tidak ada jalan lain utk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yg disebut diatas adl mendalami memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yg shahih agar hidup kita yg sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita Allah SWT berfirman dalam Surah An-
Nisa’ 69 yg artinya
“Dan barangsiapa yg menta’ati Allah dan Rasul
-Nya mereka itu akan bersama-sama dgn orang-
orang yg dianugerahi ni’mat Allah yaitu Nabi
-nabi para shiddiqin orang-orang yg mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yg sebaik-
baiknya.”
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yg artinya
“Barangsiapa yg
mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yg baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dgn pahala yg lbh baik dari apa yg telah
mereka kerjakan.”
Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yg mutlak maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dgn filsafat yg merupakan karya manusia
tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu’min harus yakin
kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yg akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad antara siang dan malam antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yg akan diperoleh orang yg menguasai Aqidah Islamiyah adl Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah baik bentuknya kekuasaan harta pimpinan maupun lainnya. Membentuk pribadi yg seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki terhadap jiwa harta keluarga jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah . Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah. Aqidah Islamiyah adl asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya antara pinter dan bodoh antar pejabat dan rakyat jelata antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan kecuali takwanya disisi Allah SWT.

Wasiat Aqidah Imam Syafi’i

Imam Syafi’i, begitulah orang-orang menyebut dan mengenal nama ini, begitu lekat di dalam hati, setelah nama-nama seperti Khulafaur Rasyidin. Namun sangat disayangkan, orang-orang mengenal Imam Syafi’i hanya dalam kapasitasnya sebagai ahli fiqih. Padahal beliau adalah tokoh dari kalangan umat Islam dengan multi keahlian. Karena itu ketika memasuki Baghdad, beliau dijuluki Nashirul Hadits (pembela hadits). Dan Imam Adz-Dzahabi menjuluki beliau dengan sebutan Nashirus Sunnah (pembela sunnah) dan salah seorang Mujaddid (pembaharu) pada abad kedua hijriyah.
Muhammad bin Ali bin Shabbah Al-Baldani berkata: “Inilah wasiat Imam Syafi’i yang diberikan kepada para sahabatnya, ‘Hendaklah Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Alloh Yang Maha Satu, yang tiada sekutu bagiNya. Dan sesungguhnya Muhammad bin Abdillah adalah hamba dan RasulNya. Kami tidak membedakan para rasul antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata, Tuhan semesta alam yang tiada bersekutu dengan sesuatu pun. Untuk itulah aku diperintah, dan saya termasuk golongan orang yang menyerahkan diri kepadaNya. Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala membangkitkan orang dari kubur dan sesungguhnya Surga itu haq, Neraka itu haq, adzab Neraka itu haq, hisab itu haq dan timbangan amal serta jembatan itu haq dan benar adanya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala membalas hambaNya sesuai dengan amal perbuatannya. Di atas keyakinan ini aku hidup dan mati, dan dibangkitkan lagi InsyaAlloh. Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kalam Alloh Subhanahu wa Ta’ala, bukan makhluk ciptaanNya. Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala di hari akhir nanti akan dilihat oleh orang-orang mukmin dengan mata telanjang, jelas, terang tanpa ada suatu penghalang, dan mereka mendengar firmanNya, sedangkan Dia berada di atas ‘Arsy. Sesungguhnya takdir, baik buruknya adalah berasal dari Alloh Yang Maha Perkasa dan Agung. Tidak terjadi sesuatu kecuali apa yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dan Dia tetapkan dalam qadha’ qadarNya.
Sesungguhnya sebaik-baik manusia setelah Baginda Rasullulloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu’anhum. Aku mencintai dan setia kepada mereka, dan memohonkan ampun bagi mereka, bagi pengikut perang Jamal dan Shiffin, baik yang membunuh maupun yang terbunuh, dan bagi segenap Nabi. Kami setia kepada pemimpin negara Islam (yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah) selama mereka mendirikan sholat. Tidak boleh membangkang serta memberontak mereka dengan senjata. Kekhilafahan (kepemimpinan) berada di tangan orang Quraisy. Dan sesungguhnya setiap yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun diharamkan. Dan nikah mut’ah adalah haram.
Aku berwasiat kepadamu dengan taqwa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala, konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Tinggalkanlah bid’ah dan hawa nafsu. Bertaqwalah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala sejauh yang engkau mampu. Ikutilah shalat Jum’at, jama’ah dan sunnah (Rasullulloh Shallallahu’alaihi wasallam). Berimanlah dan pelajarilah agama ini. Siapa yang mendatangiku di waktu ajalku tiba, maka bimbinglah aku membaca “Laailahaillallah wahdahu lasyarikalahu waanna Muhammadan ‘abduhu warasuluh”.
Di antara yang diriwayatkan Abu Tsaur dan Abu Syu’aib tentang wasiat Imam Syafi’i adalah: “Aku tidak mengkafirkan seseorang dari ahli tauhid dengan sebuah dosa, sekalipun mengerjakan dosa besar, aku serahkan mereka kepada Alloh Azza Wajalla dan kepada takdir serta iradah-Nya, baik atau buruknya, dan keduanya adalah makhluk, diciptakan atas para hamba dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Siapa yang dikehendaki menjadi kafir, kafirlah dia, dan siapa yang dikehendakiNya menjadi mukmin, mukminlah dia. Tetapi Alloh Subhanahu wa Ta’ala  tidak ridha dengan keburukan dan kejahatan dan tidak memerintahkan atau menyukainya. Dia memerintahkan ketaatan, mencintai dan meridhainya. Orang yang baik dari umat Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam  masuk Surga bukan karena kebaikannya (tetapi karena rahmatNya). Dan orang jahat masuk Neraka bukan karena kejahatannya semata. Dia menciptakan makhluk berdasarkan keinginan dan kehendakNya, maka segala sesuatu dimudahkan bagi orang yang diperuntukkannya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits. (Riwayat Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Aku mengakui hak pendahulu Islam yang sholeh yang dipilih oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala untuk menyertai NabiNya, mengambil keutamaannya. Aku menutup mulut dari apa yang terjadi di antara mereka, pertentangan ataupun peperangan baik besar maupun kecil. Aku mendahulukan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali radhiallahu ‘anhum. Mereka adalah Khulafaur Rasyidin. Aku ikat hati dan lisanku, bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk yang diciptakan. Sedangkan mempermasalahkan lafazh (ucapan seseorang yang melafazhkan Al-Qur’an apakah makhluk atau bukan) adalah bid’ah, begitu pula sikap tawaqquf (diam, tidak mau mengatakan Al-Qur’an itu bukan makhluk, juga tidak mau mengatakan Al-Qur’an itu makhluk”) adalah bid’ah. Iman adalah ucapan dan amalan yang mengalami pasang surut. (Lihat Al-Amru bil Ittiba’, As-Suyuthi, hal. 152-154, tahqiq Mustofa Asyur; Ijtima’ul Juyusyil Islamiyah, Ibnul Qayyim, 165).
Kesimpulan wasiat di atas yaitu:
·         Aqidah Imam Syafi’i adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
·         Sumber aqidah Imam Syafi’i adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau pernah mengucapkan: sebuah ucapan seperti apapun tidak akan pasti (tidak diterima) kecuali dengan (dasar) Kitabulloh atau Sunnah RasulNya. Dan setiap yang berbicara tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ia adalah mengigau (membual, tidak ada artinya). Waallu a’lam. ( Manaqibusy Syafi’i, 1/470&475)
·         Manhaj Imam Syafi’i dalam aqidah menetapkan apa yang ditetapkan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya, dan menolak apa yang ditolak oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Karena itu beliau menetapkan sifat istiwa’ (Alloh Subhanahu wa Ta’ala bersemayam di atas), ru’yatul mukminin lirrabbihim (orang mukmin melihat Tuhannya) dan lain sebagainya.
o        Dalam hal sifat-sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala, Imam Syafi’i mengimani makna zhahirnya lafazh tanpa takwil (meniadakan makna tersebut) apalagi ta’thil (membelokkan maknanya). Beliau berkata: “Hadits itu berdasarkan zhahirnya. Dan jika ia mengandung makna lebih dari satu, maka makna yang lebih mirip dengan zhahirnya itu yang lebih utama.” (Al-Mizanul Kubra, 1/60; Ijtima’ul Juyusy, 95).
Imam Syafi’i pernah ditanya tentang sifat-sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang harus diimani, maka beliau menjawab, bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang telah dikabarkan oleh kitabNya dan dijelaskan oleh NabiNya kepada umatnya. Tidak seorang pun boleh menolaknya setelah hujjah (keterangan) sampai kepadanya karena Al-Qur’an turun dengan membawa nama-nama dan sifat-sifat itu.
Maka barangsiapa yang menolaknya setelah tegaknya hujjah, ia adalah kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia adalah ma’dzur (diampuni) karena kebodohannya, sebab hal (nama-nama dan sifat-sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala) itu tidak bisa diketahui dengan akal dan pemikiran. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa Dia memiliki sifat “Yadaini” (dua tangan), dengan firmanNya, yang artinya: “Tetapi kedua tangan Alloh terbuka” (QS: Al-Maidah: 64). Dia memiliki wajah, dengan firmanNya, yang artinya: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahNya” (QS: Al-Qashash: 88).” (Manaqib Asy-Syafi’i, Baihaqi, 1/412-413; Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah, Al-Lalikai, 2/702; Siyar A’lam An-Nubala’, 10/79-80; Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyah, Ibnul Qayyim, 94).
·         Kata-kata “As-Sunnah” dalam ucapan dan wasiat Imam Syafi’i dimaksudkan untuk tiga arti. Pertama, adalah apa saja yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasululloh, berarti lawan dari bid’ah. Kedua, adalah aqidah shahihah yang disebut juga tauhid (lawan dari kalam atau ra’yu). Berarti ilmu tauhid adalah bukan ilmu kalam begitu pula sebaliknya. Imam Syafi’i berkata: “Siapa yang mendalami ilmu kalam, maka seakan-akan ia telah menyelam ke dalam samudera ketika ombaknya sedang menggunung”. (Al-Mizanul Kubra, Asy-Sya’rani, 1/60). Ketiga, As-Sunnah dimaksudkan sebagai sinonim dari hadits yaitu apa yang datang dari Rasululloh selain Al-Qur’an.
Ahlus Sunnah disebut juga oleh Imam Syafi’i dengan sebutan Ahlul Hadits. Karena itu beliau juga berwasiat: “Ikutilah Ahlul Hadits, karena mereka adalah manusia yang paling banyak benarnya.” (Al-Adab Asy-Syar’iyah, Ibnu Muflih, 1/231). “Ahli Hadits di setiap zaman adalah bagaikan sahabat Nabi.” (Al-Mizanul Kubra, 1/60)
Di antara Ahlul Hadits yang diperintahkan oleh Imam Syafi’i untuk diikuti adalah Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi’i sendiri yang menurut Imam Nawawi: “Imam Ahmad adalah imamnya Ashhabul Hadits, imam Ahli Hadits.”
(Sumber Rujukan: Al-Majmu’, Syarhul Muhazzab; Siar A’lam, 10/5-6; Tadzkiratul Huffazh, 1/361; dan sebagaimana dilihat pada setiap penggalan diatas).